IMO Tetapkan Pedoman Penanganan Kasus Penelantaran Pelaut

Para staf pelayaran di Kapal Tol Laut. dok. hubladephub.go.id)

Guidelines for Port State and Flag State on How to Deal with Seafarer Abandonment Cases telah diadopsi oleh International Maritime Organization (IMO) atau Organisasi Maritim Internasional pada Sidang 110th Legal Committee di London, Inggris.

Pedoman tersebut atau Guidelines itu diinisiasi oleh Indonesia sejak 2020 bersama dengan China dan Filipina.

Duta Besar Indonesia untuk Inggris yang juga merupakan Wakil Tetap Indonesia di IMO Desra Percaya menyampaikan apresiasi atas dukungan seluruh negara anggota IMO terhadap adopsi Pedoman.

Sebagai salah satu negara penyumbang pelaut terbesar di dunia, Indonesia memiliki kepentingan besar dalam isu pelindungan pelaut.

Berdasarkan data bersama IMO dan International Labour Organization (ILO), selama beberapa tahun terakhir terdapat sejumlah pelaut Indonesia yang bekerja pada kapal-kapal niaga di berbagai pelabuhan di dunia memerlukan perhatian khusus dari pemerintah.

Insiatif pembentukan Pedoman penanganan kasus penelantaran merupakan salah satu bukti komitmen Pemerintah Indonesia dalam upaya peningkatan kualitas perlindungan bagi pelaut Indonesia di luar negeri.

“Pelaut Indonesia tidak hanya bekerja pada kapal-kapal penangkap ikan, tapi juga kapal-kapal niaga dan kapal pesiar di luar negeri,” jelasnya.

Pada masa pandemi Covid-19, KBRI London menangani sejumlah kasus pelaut Indonesia yang memerlukan perhatian khusus.

Menurut Desra, proses penyelesaian kasus membutuhkan waktu panjang dan upaya kolektif berbagai pihak.

“Belajar dari pengalaman tersebut, Pedoman ini dapat menjadi acuan bersama bagi para pemangku kepentingan untuk mempercepat proses penyelesaian kasus-kasus penelantaran pelaut,” ungkapnya.

Baca juga :   Provinsi Sulsel Segera Miliki Rumah Sakit Jantung, Otak dan Kanker

Sebagai tindak lanjut, IMO akan bekerja sama dengan ILO di Jenewa untuk memantau implementasi Pedoman secara global.

Sementara itu, Kepala Bagian Hukum dan Kerjasama Luar Negeri (KSLN) Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Nurdiansyah yang hadir sebagai Delegasi Indonesia menyatakan, terkait dengan inisiasi Indonesia terhadap Guidelines for Port State and Flag State on How to Deal with Seafarer Abandonment Cases yang diadopsi IMO pada sidang IMO LEG sebagai bentuk konkret dan peran aktif Indonesia jadi anggota Dewan IMO Kategori C dalam memperjuangkan kepentingan Indonesia di dunia maritim internasional.

“Bukan hal yang mudah tentunya untuk menginisiasi Guidelines di IMO yang beranggotakan banyak negara maritim tersebut,” katanya.

Namun demikian, Murdiansyah menambahkan, hal tersebut tidaklah mematahkan semangat Indonesia untuk tetap memperjuangkan kepentingannya di dunia internasional.

“Upaya Indonesia tersebut sejalan dengan semangat Pemerintah Indonesia untuk menjadi Poros Maritim Dunia,” ujarnya.

Nurdiansyah menjelaskan, pascaadopsi Guidelines for port State and flag State on how to deal with seafarer abandonment cases, negara-negara anggota perlu menyusun Standar Operasional Prosedur (SOP) nasional.

Selain itu, perlu nenjabarkan detail teknis tanggung jawab dan kewajiban otoritas terkait, serta peran masing-masing pemangku kepentingan.

“Pada kesempatan ini, Pemerintah Indonesia perlu menetapkan Kementerian/Lembaga yang akan menjadi koordinator dalam penyusunan SOP itu di tingkat nasional,” tuturnya.

Baca juga :   Pelaku Ekraf Harus Perkuat Inovasi Hadirkan Nilai Tambah Produk

Dalam penyusunan SOP perlu melibatkan pemangku kepentingan di dalam negeri, antara lain asosiasi pemilik kapal, serikat pekerja dan industri layanan perekrutan, serta penempatan pelaut.

Sebagai informasi, Sidang IMO LEG berurusan dengan masalah hukum apapun dalam ruang lingkup IMO.

Ini termasuk masalah pertanggungjawaban dan kompensasi yang terkait dengan pengoperasian kapal, termasuk kerusakan, polusi, klaim penumpang, dan pemindahan bangkai kapal.

Sidang IMO LEG juga membahas isu pelaut, termasuk perlakuan yang adil terhadap pelaut, dan isu terkait kegiatan yang melanggar hukum di laut yang dapat mempengaruhi keselamatan bernavigasi.

Sidang IMO LEG ke 110 dibuka oleh Sekretaris Jenderal IMO (Sekjen IMO) Kitack Lim berlangsung pada 27-31 Maret 2023 bertempat di Markas Besar IMO di London, Inggris yang dipimpin oleh Gillian Grant dari Kanada, dibantu oleh Ivane Abashidze dari Georgia sebagai Vice-Chair.

Adapun Sidang IMO LEG tersebut terbagi atas sesi plenary dan dua Working Group, yaitu Working group on fair treatment of seafarers detained on suspicion of committing maritime crimes dan Working group on liability and compensation.

Delegasi Indonesia yang hadir pada Sidang IMO LEG terdiri dari perwakilan Kementerian Luar Negeri, Kementerian Perhubungan cq Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, serta KBRI London. B

 

 

Komentar