Berlokasi di Ibu Kota Kabupaten Deiyai, yakni Distrik Tigi membuat keberadaan Bandara Waghete memiliki peran penting bagi perekonomian daerah setempat.
Bahkan, bandara dengan landasan pacu (runway) sepanjang 1.400 meter x 30 meter ini adalah salah satu sarana transportasi yang mempermudah akses keluar masuk ke daerah pedalaman di Provinsi Papua ini.
Menurut Kabandara Waghete Markus Banne Padang, penerbangan di bandara ini dilayani oleh jenis pesawat Grand Caravan dan Twin Otter.
Namun selama masa pandemi lalu, di Bandara Waghete tidak melayani angkutan penumpang, hanya kargo sesuai dengan arahan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan dan Surat Edaran Gubernur Papua.
“Keberadaan Bandara Waghete menjadi bukti nyata kehadiran negara, terutama dalam rangka membuka daerah-daerah terisolir di Papua dan moda transportasi ini sekaligus memperlancar distribusi bahan pokok,” jelasnya.
Sampai dengan saat ini, Bandara Waghete menjadi satu-satunya jalur transportasi udara dari Timika, mengingat akses darat dari Ibu Kota Kabupaten Mimika, Papua Tengah belum tersedia.
Perjalanan darat dari Nabire ke Bandara Waghete memerlukan waktu antara delapan hingga sembilan jam, apalagi wilayah Kabupaten Deiyai termasuk dalam daerah pedalaman Papua.
Bandara yang mulai beroperasi pada Maret 2014 ini memiliki letak yang sangat ideal dibandingkan dengan keberadaan lapangan terbang sebelumnya, yang sering tergenang air jika terjadi luapan air Danau Tigi.
Selain masih berada di wilayah kota, kawasan Bandara Waghete menempati dataran tinggi dan lebih luas, sehingga ke depan memiliki prospek yang lebih baik dibandingkan dengan bandara lain di sekitarnya.
“Untuk menjadi bandara yang ideal, Bandara Waghete memang masih diperlukan sejumlah sarana dan prasarana lainnya, tapi kami optimistis bahwa bandara ini menumbuhkembangkan daerah setempat,” tutur Markus. B