
Kementerian Perhubungan (Kemenhub) cq. Direktorat Jenderal Perhubungan Laut (Ditjen Hubla) kembali turut serta dalam Delegasi Pemerintah Indonesia menghadiri Pertemuan Kelompok Kerja Transportasi Maritim ASEAN ke-48 (The 48th ASEAN Maritime Transport Working Group) yang diselenggarakan di Bandar Seri Begawan, Brunei Darussalam pada 7 – 8 Mei 2025.
Pertemuan yang dipimpin oleh Brunei Darussalam selaku Chair dan Kamboja selaku Vice Chair ini dihadiri oleh seluruh negara anggota ASEAN, serta negara mitra dialog, termasuk Tiongkok, Amerika Serikat, Jepang, Korea Selatan, Norwegia dan Rusia.
Turut serta juga organisasi maritim terkemuka, seperti International Maritime Organization (IMO), UN ESCAP, Uni Eropa, AFD-Perancis, ASEAN Ports Association (APA), Federation of ASEAN Shipowners’ Association (FASA), Partnership for Infrastructure (P4I) Australia, dan ASEAN Secretariat (ASEC).
Hadir secara daring, Delegasi Indonesia dipimpin oleh Sekretaris Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Lollan Panjaitan, dengan anggota delegasi terdiri dari perwakilan Kementerian Luar Negeri, Direktorat Lalu Lintas dan Angkutan Laut, Direktorat Kepelabuhan, Direktorat Perkapalan dan Kepelautan, Direktorat Kenavigasian, Pusat Fasilitasi Kemitraan dan Kelembagaan Internasional (PFKKI), Pusat Pengelolaan Transportasi Berkelanjutan (PPTB), PT. Pelindo, serta Indonesia National Shipowners Association (INSA).
Lollan mengungkapkan beberapa hal penting yang dibahas dalam pertemuan tersebut.
Pertama, agenda terkait tinjauan akhir dan implementasi Rencana Strategis Transportasi Kuala Lumpur 2016-2025 (KLTSP) dan Pengembangan Rencana Sektoral Transportasi ASEAN Pasca 2025, dengan Pertemuan AMTWG ke-47 ASEC telah mencatat progres dari KLTSP, termasuk kartu skor yang melacak kemajuan pelaksanaan KLTSP, bahwa hingga Juni 2024, skor sementara pelaksanaan KLTSP berada pada angka 3,96 dari 5,00, dengan 231 dari 243 milestone telah terlaksana.
Dari 231 milestone tersebut, sebanyak 120 milestone (51,9%) telah selesai dilaksanakan, dan 108 milestone (46,8%) masih dalam proses, termasuk 25 milestone yang dikategorikan sebagai kegiatan berkelanjutan (misalnya berbagi pengetahuan, pertukaran informasi, pelatihan/peningkatan kapasitas rutin/tahunan dan lainnya), yang akan dihitung sebagai selesai pada tahun 2025.
Adapun, per Juni 2024, skor rata-rata untuk Transportasi Laut adalah 3,97 dari 5. Singkatnya, 16 (44%) tonggak pencapaian di bawah MT telah selesai, 6 (17%) hampir selesai, 13 (36%) sedang berlangsung; dan 1 (3%) belum dimulai.
“Indonesia menyampaikan terima kasih atas laporan yang disampaikan oleh ASEC dan menyampaikan apresiasi kepada seluruh ASEAN Member State atas pencapaian yang telah diperoleh sampai saat ini,” jelasnya.
Lollan menuturkan, Indonesia berkomitmen untuk meningkatkan pencapaian di masa yang akan datang sesuai rencana strategis yang telah dirumuskan dengan berkolaborasi bersama negara anggota ASEAN lainnya.
Dia mengungkapkan, bahwa Indonesia juga telah memenuhi hasil kesepakatan pada pertemuan AMTWG ke-47, yang meminta semua negara anggota ASEAN untuk menyerahkan data pelabuhan tahun 2023-2024 kepada Brunei Darussalam guna memantau indikator kinerja utama (KPI) pelabuhan – pelabuhan terpilih di ASEAN untuk periode 2024 – 2025 dengan menggunakan pemodelan Data Envelopment Analysis (DEA) oleh Maritime Institute of Malaysia (MIMA).
Selain itu, Indonesia juga telah memberikan informasi terbaru mengenai rencana pembangunan nasional Indonesia, terkait dengan peningkatan kapasitas pelabuhan – pelabuhan jaringan ASEAN.
“Pelabuhan Indonesia meliputi 14 Pelabuhan, yaitu Tanjung Priok (Jakarta), Tanjung Perak (Surabaya), Belawan (Medan), Makassar (Ujung Pandang), Tanjung Emas (Semarang), Bitung, Balikpapan, Dumai, Pontianak, Panjang, Palembang, Banjarmasin, Sorong, Jayapura,” tuturnya.
Dalam kesempatan ini, PT Pelindo juga berkesemoatan untuk menyampaikan paparan mengenai penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja, serta implementasi pengelolaan pelabuhan berwawasan lingkungan di Indonesia.
AMTWG-48, kata Lollan, juga membahas lebih lanjut tentang pengoperasian jaringan pelayaran kapal Ro-Ro di ASEAN, antara lain perkembangan rute RoRo Dumai-Melaka dan RoRo Bitung-Davao (General Santos).
Adapun terkait RoRo Dumai-Melaka, Lollan menjelaskan, bahwa progres fisik rehabilitasi darat di Pelabuhan Bandar Sri Junjungan saat ini telah selesai dilaksanakan dan telah dioperasikan pada awal tahun 2025.
“Saat ini sudah tersedia ruang untuk mendukung fasilitas CIQS dan pelabuhan masih dioperasikan untuk melayani lintas domestik saja,” ungkapnya.
Indonesia dan Malaysia juga telah membahas lebih lanjut keberlangsungan operasionalisasi rute RoRo Dumai-Melaka melalui pembentukan Joint Task Force, yang sebelumnya pernah disusun pihak Indonesia, terdiri dari Kementerian/Lembaga terkait guna membahas langkah yang perlu diambil dalam merealisasikan rute tersebut.
Adapun untuk mempercepat finalisasi SOP mengenai pergerakan kendaraan dari kedua negara, Indonesia mengusulkan agar dilakukannya kembali 3rd Task Force untuk membahas SOP dan memantau kesiapan dari Indonesia dan Malaysia (2nd Task Force dilakukan pada tahun 2019 di Dumai).
“Untuk RoRo Bitung-Davao (General Santos), Indonesia akan melakukan diskusi lebih lanjut terkait komoditas yang dapat diekspor dan diimpor, serta jumlah kendaraan dan penumpang pada rute Roro ini,” ungkapnya.
Pada pembahasan agenda ini, Jepang memberikan penjelasan mengenai implementasi yang sedang berlangsung terkait Development of VTS Operators Capacity Programme Tahap 5 (2024-2026) dan Indonesia menyampaikan apresiasi kepada Malaysia dan Jepang yang telah menyelenggarakan training sebanyak tiga kali di tahun 2024.
Indonesia, lanjut Lollan, mengusulkan untuk mengajukan tambahan alokasi peserta dari Indonesia, yang semula 4 orang menjadi 6 orang dan tambahan Kursus Pelatihan Pengawas VTS, sesuai dengan IALA C103-2, Vessel Traffic Services – On the Job Training Instructor dan IALA C103-4 yang belum sempat dilaksanakan.
Selain itu, terkait dengan selesainya Fase-2 proyek Joint Hydrographic Survey pada tahun 2023 yang dilaporkan oleh Jepang dan Malaysia, Indonesia juga mengusulkan untuk menambah alokasi peserta training dari Indonesia yang semula 2 orang menjadi 3 orang hingga 5 orang dan mengusulkan judul training baru sebagai bagian dari kegiatan capacity building yang tengah berlangsung, antara lain Training Manajemen dan Perencanaan serta Training Manajemen, Inspeksi dan Perawatan Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP).
Berbagai training yang diusulkan ini diharapkan dapat melengkapi Training Survei Hidrografi yang sudah atau tengah dilaksanakan dan akan mencakup aspek – aspek penting, seperti penentuan kedalaman aman, identifikasi bahaya navigasi, penyesuaian terhadap dinamika sedimentasi, cara perawatan dan monitoring SBNP, serta pemanfaatan teknologi survei terkini dan sistem pendukung keputusan.
”Dengan demikian, semua training ini tidak hanya akan memperkuat kapasitas individu, melainkan juga dapat mendukung kebijakan nasional dalam pengelolaan alur pelayaran yang lebih profesional dan berbasis data,” ungkapnya.
Pada pertemuan ini, Delegasi Indonesia juga menyampaikan bahwa saat ini Indonesia tengah menyusun peta jalan dekarbonisasi untuk subsektor transportasi darat dan perkeretaapian di bawah program UK-PACT Future Cities, yang selanjutnya akan diperluas untuk mencakup subsektor maritim dan penerbangan.
Pada tahun 2024, Kementerian Perhubungan Indonesia juga telah berhasil merumuskan Peta Jalan Mitigasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) untuk Sektor Pelayaran, yang di dalamnya terdapat peta jalan untuk penggunaan bahan bakar zero or near zero emission, seperti green hydrogen dan ammonia yang akan dimulai pada tahun 2025 dengan proyeksi akan mulai diimplementasikan pada tahun 2035.
Rencana ini juga telah diselaraskan dengan Strategi Hidrogen Nasional yang dirumuskan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Indonesia (ESDM).
“Indonesia juga berhasil mendapatkan hibah melalui program IMO Green Voyage 2050 untuk melakukan retrofit kapal ASDP dengan teknologi bahan bakar hydrogen. Proyek ini, termasuk penyusunan studi kelayakannya, akan dikerjakan oleh PT ASDP Indonesia Ferry bekerja sama dengan HDF Energy dan saat ini masih dalam tahap awal,” kata Lollan.
Pada kesempatan tersebut, Delegasi Indonesia juga menyampaikan tentang pelaksanaan Global Project Task Force Meeting of the GEF-UNDP-IMO Glofouling Partnerships ke-3 (GPTF-3), yang telah diselenggarakan di Bali pada 10 – 12 Maret 2025, di bawah kerangka GloFouling Partnership Project, dengan bantuan dan dukungan pendanaan dari Global Environment Facility (GEF), United Nations Development Programme (UNDP), dan International Maritime Organization (IMO).
Pertemuan GPTF-3 ini, jelas Lollan, merupakan penanda akhir dari perjalanan project yang telah dimulai sejak tahun 2018 dan memiliki tujuan untuk memberikan rekomendasi yang dapat ditindaklanjuti, membina kemitraan baru, dan memberikan laporan kemajuan yang komprehensif, baik dari Lead Partnering Countries (LPCs) maupun dari Partnering Countries (PC).
“Indonesia berkomitmen untuk melaksanakan strategi biofouling dan mengajak negara – negara anggota ASEAN untuk menyampaikan komitmen pelaksanaan strategi regional biofouling kepada IMO,” tuturnya.
Selain itu, Indonesia juga menegaskan kembali komitmennya terhadap kerja sama terkait perlindungan lingkungan maritim.
“Indonesia berharap dapat terus melanjutkan kerjasama di masa mendatang dan akan tetap menjadi mitra aktif dalam inisiatif perlindungan lingkungan maritim dan terus mendukung lembaga lain yang terlibat, termasuk Philippine Coast Guard (PCG) dan Japan Coast Guard (JCG),” tegasnya. B