Kemenparekraf Susun Pedoman Pengembangan Destinasi Pariwisata Aman Bencana

Kawasan Taman Langit Gunung Banyak di Kota Batu Malang jadi shelter tourism atau tempat evakuasi sementara apabila ada bencana alam. (dok. kemenparekraf)

Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf/Baparekraf) menyusun pengembangan destinasi pariwisata aman bencana sebagai upaya mitigasi kondisi darurat yang menjadi salah satu prioritas dalam pembangunan sektor pariwisata dan ekonomi kreatif di Indonesia.

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparerkaf/Baparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno menjelaskan, tahun 2022 merupakan tahun yang penuh tantangan, tapi menjadi salah satu tahun titik balik kebangkitan sektor pariwisata pascapandemi.

“Pandemi telah memberikan pelajaran bahwa sektor pariwisata merupakan sektor yang “dihantui” oleh krisis dan bencana karena sangat mudah dipengaruhi oleh perubahan maupun kejadian di sekelilingnya,” ujarnya saat The Weekly Brief With Sandi Uno di Gedung Sapta Pesona, Jakarta, Senin (6/3/2023).

Menurut Sandiaga, krisis sektor kepariwisataan ini, misalnya dapat terjadi karena faktor alam maupun non-alam.

“Kami sebagai regulator terus berupaya dalam menangani krisis tersebut untuk bangkit lebih cepat, pulih lebih kuat. Salah satu strategi yang diusung adalah penguatan dan peningkatan ketahanan (resiliensi) destinasi pariwisata terhadap potensi bencana alam dan non alam, melalui kegiatan mitigasi dan kesiapan bencana dalam lingkup manajemen krisis pariwisata, serta sinergi program antarkementerian/lembaga,” katanya.

Baca juga :   Hotel 88 Mangga Besar 62 Gelar Acara HUT RI Bersama Petugas Kebersihan

Upaya meminimalisir dampak bencana dan meningkatkan keamanan, serta keselamatan telah dilakukan pada tahun 2022, salah satunya dengan kolaborasi Kemenparekraf dengan Prof. Fatma Lestari selaku Kepala Disaster Risk Reduction UI (DRRC UI) dan Tim DRRC UI melalui program Matching Fund Kedaireka dalam kegiatan Pembinaan CHSE dan Kebencanaan untuk menuju Desa Wisata berkelas dunia.

Sebagai bagian dari rangkaian kegiatan yang dilaksanakan adalah proses penilaian kerusakan, kerugian, dan kebutuhan yang dilakukan melalui Pengkajian Kebutuhan Pasca Bencana atau Post Disaster Need Assessment (PDNA) yang mengkaji akibat bencana, dampak bencana, dan kebutuhan pemulihan pascabencana.

“Pengkajian Kebutuhan Pasca-Bencana merupakan instrumen pemerintah dan para pemangku kepentingan untuk menyusun kebijakan, program, serta kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi yang berlandaskan pada informasi yang akurat dari para pihak yang terdampak bencana, dalam bentuk dokumen rencana aksi,” jelas Sandiaga.

Baca juga :   Negara G20 Harus Bersinergi Kuat Rancang Rencana Pemulihan Parekraf

Melalui kegiatan ini, dihasilkan konsep alat ukur dan profil resiliensi objek dan destinasi wisata.

Alat ukur dan profil resiliensi ini dapat digunakan untuk untuk menilai dan menggambarkan tingkat resiliensi pada kelompok sasaran tertentu.

Kegiatan ini merupakan kolaborasi Kemenparekraf dengan salah satu diaspora Indonesia yang bekerja sebagai Professor di Kobe University Mizan B. F. Bisri dan Tim Cerdas Antisipasi Risiko Bencana (Cari!).

Alat ukur dan profil resiliensi destinasi diadaptasi melalui metode resilience radar dan pada blue guide to coastal resilience untuk sektor pariwisata dengan sudut pandang pada risiko atau berdasarkan banyaknya catatan atau pengalaman kejadian bencana.

Pada tahap selanjutnya, hasil olahan alat ukur dan profil resiliensi dapat memberikan gambaran ketahanan destinasi pariwisata dan dapat menjadi salah satu dasar untuk membentuk indeks resiliensi destinasi pariwisata.

Hasil kegiatan ini dapat menjadi acuan untuk mengukur dan menjamin standar capaian ketangguhan destinasi wisata, yang sejalan dengan konteks lokal maupun nasional. B

 

Komentar