KAI Bersama Kejati Jatim dan Sakeholders Satukan Persepsi Legalitas Aset

Aset PT Kereta Api Indonesia (KAI) di Stasiun Surabaya Pasar Turi. (dok. kai)
Bagikan

PT Kereta Api Indonesia (KAI) menggelar Focus Group Discussion (FGD) bertajuk Legalitas Status Aset Tanah dan Rumah Perusahaan KAI di Surabaya, baru – baru ini.

FGD ini mempertemukan berbagai pemangku kepentingan dari lintas instansi untuk menyatukan pandangan terhadap upaya penyelamatan aset negara yang dikelola oleh KAI.

Acara ini menghadirkan narasumber dari Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Kapolda Jawa Timur, Kantor Wilayah ATR/BPN Jawa Timur dan Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum.

Peserta berasal dari unsur pemerintah daerah, instansi vertical dan internal KAI dari Kantor Pusat, wilayah Daop 7 Madiun, Daop 8 Surabaya, serta Daop 9 Jember.

Direktur Keselamatan dan Keamanan KAI Dadan Rudiansyah menjelaskan, KAI saat ini mengelola aset tanah seluas 327.825.712 m², termasuk 16.463 unit rumah perusahaan dan 3.881 unit bangunan dinas di berbagai wilayah operasional.

Dia menekankan bahwa rumah perusahaan KAI memiliki dasar hukum yang berbeda dengan rumah negara.

Rumah perusahaan adalah bagian dari kekayaan yang telah dipisahkan sejak transformasi PJKA menjadi PERUMKA melalui PP Nomor 57 Tahun 1990.

”Berbeda dengan rumah negara yang dibangun dari APBN dan diperuntukkan bagi pegawai negeri,” jelas Dadan.

KAI, mlanjutnya, terus menjaga legalitas aset dengan mengacu pada Permen BUMN Nomor PER-2/MBU/03/2023, dan menempuh jalur hukum baik perdata, TUN, maupun pidana dalam kasus penguasaan ilegal.

Salah satu contoh keberhasilan adalah pengambilalihan aset tanah seluas 597 m² di Jalan Perintis Kemerdekaan No. 2AA, Medan Barat yang berhasil dikembalikan ke KAI setelah proses hukum berkekuatan tetap.

“Forum ini menjadi momentum penting untuk menyamakan pemahaman antarlembaga. Sinergi yang kuat adalah kunci untuk menyelamatkan dan mengoptimalkan aset demi mendukung transportasi nasional yang berkelanjutan,” tegas Dadan.

Dalam kesempatan tersebut, Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur Kuntadi juga menuturkan, KAI merupakan moda transportasi vital yang menghubungkan wilayah ujung ke ujung di Pulau Jawa, baik untuk penumpang maupun barang. Sayangnya, banyak aset peninggalan kolonial yang belum tersertifikasi dan bahkan dikuasai oleh pihak ketiga.

Dia menjelaskan bahwa tantangan legalitas aset sering kali berasal dari dokumen masa lalu, seperti groundkaart yang dialihkan tanpa pencermatan hokum dan ini memperbesar risiko kehilangan aset negara.

Untuk itu, Kejaksaan berkomitmen mengawal proses sertifikasi, memberikan pendampingan dan pandangan hukum, serta mengambil langkah hukum tegas jika ditemukan pelanggaran tentu dengan berkolaborasi bersama ATR/BPN, Kepolisian dan pemerintah daerah.

“Kami sangat mengapresiasi dan mendukung penuh upaya-upaya KAI untuk mengembalikan asset – aset ini agar digunakan sebagaimana mestinya, yakni untuk menunjang pelayanan publik yang prima kepada masyarakat,” katanya.

Kuntadi menekankan bahwa penyelamatan aset bukan sekadar perkara hukum, tetapi bagian dari amanat konstitusi.

“Mari kita kawal bersama, mulai dari digitalisasi pendataan hingga percepatan sertifikasi massal. Aset negara adalah amanah rakyat yang tidak boleh berpindah tangan secara pribadi,” tegasnya.

Selain kolaborasi dengan aparat penegak hukum dan lembaga terkait, KAI juga aktif bekerja sama dengan Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) dan Nationaal Archief Netherlands untuk memperoleh dokumen historis pendukung legalitas aset.

Kolaborasi ini menjadi fondasi penting dalam memperkuat bukti kepemilikan sah atas asset – aset strategis.

“Melalui kegiatan FGD ini, KAI berharap tercipta sinergi yang konkret antarlembaga demi memperkuat tata kelola aset, menjaga kekayaan negara dan memastikan pembangunan transportasi nasional dapat terus bergerak maju dengan pijakan hukum yang kokoh,” tutur Dadan. B

 

 

Komentar

Bagikan