Kebijakan Insentif Kendaraan Listrik Tidak Tepat Sasaran

Indonesia sedang mengalami krisis transportasi umum dan krisis keselamatan lalu lintas.

Saat ini, transportasi umum di perkotaan dan di pedesaan tidak lebih dari 1% yang beroperasi. Pesatnya perkembangan industri sepeda motor telah mengalihkan pengguna dari angkutan umum ke sepeda motor.

Dampaknya 80% kecelakaan lalu lintas disebabkan sepeda motor, lantaran tidak disertai edukasi menggunakan sepeda motor dengan benar. Belum lagi subsidi BBM yang menggerus APBN.

Pemerintah menggulirkan program bantuan pemerintah atau insentif untuk kendaraan bermotor listrik berbasis baterai pada Maret tahun ini.

Program tersebut bertujuan untuk mendorong percepatan adopsi kendaraan bermotor listrik berbasis baterai dan menarik investor kendaraan listrik masuk ke Indonesia (Kompas.id/6/03/2023).

Dalam Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB), disebutkan percepatan program KBLBB didorong dalam rangka peningkatan efisiensi energi, ketahanan energi, konservasi energi sektor transportasi, serta terwujudnya energi bersih, kualitas udara bersih, dan ramah lingkungan, juga yang terpenting adalah mengurangi ketergantungan pada impor Bahan Bakar Minyak (BBM).

Kalkulasinya, dari sisi pengguna, diharapkan dengan konversi motor konvensional ke motor listrik bisa menghemat pengeluaran lebih kurang Rp2,77 juta per tahun.

Dari pihak pemerintah juga ada penghematan Rp32,7 miliar per tahun dari kompensasi BBM Pertalite.

Program ini akan berjalan, tentunya harus ada indikator keberhasilan dan kemanfaatannya. Tanggung jawab instansi mana yang akan mengukurnya?

Sasaran insentif motor listrik adalah pelaku Usaha Menengah Kecil dan Mikro (UMKM). Sejatinya, pelaku UMKM tidak butuh motor listrik, tapi membutuhkan tambahan modal untuk mengembangkan usahanya, akses pasar, pelatihan Sumber Daya Manusia (SDM).

Saat ini, setiap pelaku UMKM sudah memiliki sepeda motor, lebih dari satu motor dalam rumah tangganya. Bahkan, orang yang hidup di kolong jembatan pun sudah memiliki sepeda motor. Jelas tidak tepat sasaran.

Belajar transportasi berkendara listrik dari luar negeri hanya sepenggal-sepenggal, tidak menyeluruh. Jika belajar dengan beberapa negara di Eropa, industri sepeda motor tidak berkembang di sana.

Di manca negara, transportasi umum sudah bagus, baru kebijakan mobil listrik dibenahi dan bukan target motor listrik. Tidak ada kebijakan sepeda motor seperti di Indonesia, karena mereka paham sekali risiko memakai sepeda motor lebih tinggi ketimbang mobil.

Di dunia empat negara yang mengembangkan sepeda motor besar-besaran, yakni China, Thailand, Indonesia dan Vietnam.

Tujuan Insentif
Tujuan pemerintah memberikan insentif untuk pembelian sepeda motor dan mobil listrik sepertinya lebih untuk menolong industri sepeda motor dan mobil listrik yang sudah telanjur berinvestasi dan berproduksi, tetapi pangsa pasarnya masih sangat kecil, sehingga perlu diberikan insentif.

Jika dicermati, program insentif kendaraan listrik ini memang tidak memiliki aturan atau kewajiban bagi pembeli kendaraan listrik untuk melepas kepemilikan kendaraan berbahan bakar minyak yang mereka miliki.

Baca juga :   Bandara Tumbang Samba Overlay Runway 5 Cm

Insentif itu jangan sampai akhirnya justru dinikmati orang yang tidak berhak atau orang kaya dan memicu kemacetan di perkotaan. Selain akan menambah kemacetan, juga akan menimbulkan kesemrawutan lalu lintas dan menyumbang jumlah kecelakaan lalu lintas yang semakin meningkat.

Yang dikhawatirkan terjadi adalah makin bertambahnya kendaraan pribadi yang berjejal di jalan, sedangkan pihak yang akan diuntungkan dari program ini hanya kalangan produsen kendaraan listrik.

Harapan program ini bisa mengurangi konsumsi BBM dan menekan emisi karbon berpotensi jauh panggang dari api. Justru terjadi adalah penambahan konsumsi energi dan makin bertambahnya kendaraan pribadi yang berjejal di jalan.

Pihak yang akan diuntungkan dari program ini hanya kalangan produsen kendaraan listrik.

Program bantuan pemerintah atau insentif untuk kendaraan bermotor listrik akan lebih banyak menguntungkan kalangan produsen kendaraan listrik.

Secara tidak langsung, program ini menjadi cara pemerintah untuk menjaga investasi kendaraan listrik di Indonesia dan mencoba menarik investor baru.

Pemerintah tampaknya mengupayakan win-win solution (penyelesaian yang menguntungkan dan memuaskan semua pihak). Untuk itu, distribusi kendaraan listrik, terutama sepeda motor listrik, sebaiknya jangan banyak di perkotaan yang sudah padat dan macet.

Harus Tepat Sasaran
Warga yang bisa beli motor dan mobil ada kelompok orang mampu, sehingga tidak perlu diberikan subsidi atau insentif. Sekitar 80% kecelakaan disebabkan oleh sepeda motor.

Pemerintah harus mampu mengurangi penggunaan sepeda motor yang berlebihan. Jika tidak, dampaknya sudah seperti sekarang.

Mengutip data kecelakaan lalu lintas berdasarkan jenis kendaraan yang terlibat tahun 2020 (Korlantas Polri, 2021), sepeda motor (roda dua dan roda tiga) tertinggi, yakni 80,1%. Selanjutnya, angkutan barang 7,7%, angkutan orang (bus) 6,2%, mobil penumpang 2,4%, tidak bermotor 2,0% dan kereta api 1,6%.

Buatlah kebijakan yang tidak menambah kecelakaan lalu lintas yang diakibatkan sepeda motor, yakni menciptakan sepeda motor dengan laju rendah, kecepatan kurang 50 km per jam.

Disamping itu, perlu belajar dengan Pemkab. Asmat (Provinsi Papua Selatan), sejak tahun 2007 masyarakat Kota Agatas, ibukota Kab. Asmat sudah menggunakan kendaraan listrik.

Kesulitan mendapatkan BBM menjadikan masyarakatnya mayoritas memakai sepeda motor listrik. Ojek listrik sudah lebih dulu ada di Asmat daripada di Jakarta.

Maka dari itu, insentif sepeda motor listrik diprioritaskan untuk daerah Terluar, Tertinggal, Terdepan dan Pedalaman (3TP) yang kebanyakan berada di luar Jawa.

Di daerah 3TP umumnya jumlah sepeda motor masih sedikit, pasokan BBM juga masih sulit dan minim, sehingga harga BBM cenderung mahal. Sementara energi listrik masih bisa didapatkan dengan lebih murah dan diupayakan dari energi baru.

Baca juga :   Maut Masih Mengintai di Perlintasan Sebidang

Untuk mobil listrik, prioritasnya juga jangan untuk kendaraan pribadi, tapi untuk kendaraan dinas kementerian/lembaga dan pemerintah daerah, sehingga distribusinya lebih merata.

Pemberian insentif kendaraan listrik lebih tepat diberikan pada perusahaan angkutan umum. Di samping akan mendorong pengembangan industri kendaraan listrik, juga dapat memperbaiki pelayanan angkutan umum dengan sarana transportasi yang lebih ramah lingkungan, sekaligus mengurangi kemacetan.

Program bantuan pembelian kendaraan listrik tidak memiliki aturan atau kewajiban bagi pembeli kendaraan listrik untuk melepas kepemilikan kendaraan berbahan minyak yang mereka miliki.

Hal ini mesti menjadi perhatian agar jangan sampai nantinya justru terjadi penambahan konsumsi energi dan populasi kendaraan pribadi kian berjejalan di jalan raya, sehingga menimbulkan kemacetan.

Perihal ketepatan sasaran penerima bantuan pembelian kendaraan listrik agar nantinya tidak berujung menjadi temuan. Pelaku UMKM yang sudah punya sepeda motor belum tentu mau membeli (sepeda motor listrik), karena mereka pasti harus keluar duit lagi.

Solusinya, kasih saja sepeda motor listrik ke daerah-daerah tertentu, terserah pemerintah mau beli atau apa untuk dibagikan ke daerah terpencil, tertinggal yang BBM terbatas. Kasihkan bagi guru-guru, tenaga perawat, di daerah 3TP.

Bus listrik nantinya dapat dioperasikan di dalam Ibu Kota Nusantara (IKN) dan juga dimanfaatkan untuk menghubungkan transportasi umum ke Balikpapan, Kalimantan Timur. Apalagi porsi angkutan umum di IKN tinggi.

Mobil-mobil listrik pun dapat digunakan pejabat di IKN. Biasanya ketika ada percontohan yang sukses, daerah lain bisa mengikuti.

Ada keuntungan yang didapat seandainya bantuan untuk mendorong pengembangan industri kendaraan listrik diberikan kepada angkutan umum.

Setidaknya, akan mendapat empat keuntungan. Dengan memberikan subsidi kepada perusahaan angkutan umum, selain akan mendorong pengembangan industri kendaraan listrik, juga dapat memperbaiki pelayanan angkutan umum dengan sarana transportasi yang lebih ramah lingkungan (menekan emisi udara), sekaligus mereduksi kemacetan. Selain itu, dapat menurunkan angka kecelakaan dan angka inflasi di daerah.

Pertumbuhan industri otomotif tak pelak memiliki beragam dampak. Segenap solusi dan alternatif pendekatan kiranya perlu terus dicari di tengah kelindan permasalahan menyangkut upaya menurunkan emisi hingga kemacetan.

Kebijakan insentif kendaraan listrik diperlukan sinergi antara Kementerian Perhubungan, Kementerian Perindutrian dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral agar tetap sasaran.

Di Indonesia banyak orang pintar, jauh lebih pintar dari beberapa negara di Asia Tenggara, tapi Indonesia tidak pernah bisa buat kebijakan yang cerdas.

Secara individu, rakyat Indonesia unggul tapi secara negara Indonesia mandul. Lantaran terlalu banyak kepentingan.

(Djoko Setijowarno, Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata dan Wakil Ketua Bidang Penguatan dan Pengembangan Kewilayahan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI).

Komentar