AP II Pilih Strategi Pemanfaatan Aset Guna Percepat Pemulihan Bisnis

Fasilitas bandara di bawah pengelolaan AP II. (Istimewa)

PT Angkasa Pura II (Persero), pengelola 20 bandara di Indonesia memilih strategi Asset Recycling atau pemanfaatan aset lama guna menghasilkan aset baru guna meningkatkan pendapatan, serta mengakselerasi pemulihan bisnis di tengah pandemi Covid-19.

Menurut President Director PT Angkasa Pura II (AP II) Muhammad Awaluddin, strategi Asset Recycling dijalankan melalui tiga program, yakni Asset Optimization Program (brown field asset), Asset Acceleration Program (asset under construction), dan Asset Utilization Program (green field asset) sebagai strategi mempercepat pemulihan bisnis di tengah pandemi.

“Program Asset Optimization guna membuat aset eksisting yang sudah menghasilkan pendapatan, bisa memiliki nilai tambah untuk meningkatkan pendapatan,” ujarnya dalam webinar yang digelar Masyarakat Hukum Udara (MHU) pada Rabu (2/3/2022).

Sementara itu, lanjut Awaluddin, Asset Acceleration guna membuat aset yang tengah dibangun sudah disiapkan untuk menghasilkan pendapatan sebelum konstruksi 100% selesai. Kemudian, Asset Utilization adalah aset eksisting idle yang akan dikembangkan untuk meraih pendapatan baru.

Pada webinar itu juga hadir sebagai panelis Dirjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Novie Riyanto, Direktur Kepatuhan, Aset dan Pengadaan PT Angkasa Pura I, dan Sekjen MHU Anggia Rukmasari.

Baca juga :   Bandara Dobo Layani Penerbangan Empat Kali Seminggu

Awaluddin menuturkan bahwa pemanfaatan aset dapat dilakukan secara organik dan anorganik.

“Pemanfaatan aset secara organik melibatkan lima anak usaha, yaitu PT Angkasa Pura Solusi, PT Angkasa Kargo, PT Angkasa Pura Propertindo, PT Angkasa Pura Aviasi, dan PT Gapura Angkasa, serta perusahaan terafiliasi,” jelasnya.

Mengenai pemanfaatan aset secara anorganik, Awaluddin menambahkan, dilakukan melalui kemitraan bisnis serta kemitraan strategis dengan pihak eksternal (corporate action).

Lebih lanjut, dia menuturkan, kemitraan bisnis dan kemitraan strategis yang dilakukan AP II selaku pengelola bandara harus mendatangkan 3E, yakni Expansion the Traffic (mendatangkan lalu lintas penerbangan), lalu Expertise Sharing (adanya transfer knowledge) dan Equity Partnership (pemenuhan kebutuhan pendanaan).

Awaluddin menyatakan bahwa manfaat yang didatangkan dari kemitraan strategis antara lain adanya dividend cash, upfront payment, revenue sharing, serta pembangunan aset baru dgn pola Build, Operate, and Transfer (BOT).

“Kerja sama dengan eksternal dapat membuat AP II mereduksi modal kerja dan modal investasi dalam operasional dan pengembangan bandara, serta meningkatkan pendapatan,” katanya.

Baca juga :   Bandara Soekarno-Hatta Buka Sentra Vaksin Booster Hingga Operasikan Kembali Skytrain

AP II telah menggandeng GMR Airport Consortium dalam melakukan kemitraan strategis untuk pengelolaan dan pengembangan Bandara Kualanamu di Deli Serdang, Sumatra Utara.

Rencana selanjutnya adalah kemitraan strategis antara AP II dengan Lembaga Pengelola Investasi (LPI) atau dikenal juga dengan Indonesia Investment Authority (INA) sebagai sovereign wealth fund asal Indonesia.

Kemitraan strategis AP II dan INA rencananya akan dilakukan di Bandara Soekarno-Hatta dan juga kawasan Cargo Village Bandara Soekarno-Hatta.

Sementara itu, Dirjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Novie Riyanto mengatakan kerja sama di sektor kebandarudaraan telah didukung berbagai regulasi di antaranya Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 81 Tahun 2021 tentang Kegiatan Pengusahaan di Bandara Udara.

Menurutnya, salah satu poin di dalam PM 81/2021 adalah Kerja Sama di Bandara Udara dapat dilakukan antara Pemerintah dengan Badan Usaha berbentuk KSP (Kerja Sama Pemanfaatan), KPBU (Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha), HPT (Hak Pengelolaan Terbatas) atau BUMN/BUMD dengan Badan Usaha dengan bentuk sesuai dengan yang diatur dalam Peraturan BUMN/BUMD. B

 

Komentar