Program Makan Bergizi Gratis (MBG) adalah inisiatif yang patut didukung, namun pelaksanaannya perlu bijaksana.
Anggaran program ini sebaiknya tidak memangkas dana penting dari kementerian atau lembaga lain yang juga krusial untuk mencapai Indonesia Emas 2045.
Oleh karena itu, program MBG dapat berjalan beriringan dengan program – program layanan publik dasar, seperti keselamatan, transportasi, kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur. Jangan sampai salah satu harus dikorbankan.
Keberlanjutan infrastruktur dan transportasi yang berkeselamatan adalah konsep penting yang menggabungkan tiga pilar utama, yakni pembangunan infrastruktur yang berkelanjutan secara ekonomi dan lingkungan, sistem transportasi yang efisien dan yang paling krusial, jaminan keselamatan bagi semua penggunanya.
Indonesia telah memiliki peta jalan untuk menuju target Indonesia Emas 2045. Saat 100 tahun kemerdekaan Indonesia, terdapat beberapa target capaian dalam berbagai bidang, antara lain pendidikan, kesehatan, budaya dan ekonomi.
Pada tahun 2024, target – target tersebut resmi tertuang dalam Undang – Undang Nomor 59 Tahun 2024 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2025 – 2045 (Kompas, 28/1/2025).
Dalam RAPBN Tahun Anggaran 2026, program MBG dipilih menjadi program utama dengan anggaran fantastis sebesar Rp335 triliun.
Program ini bersanding dengan ketahanan pangan (Rp164,4 triliun), ketahanan energi (Rp402,4 triliun), perumahan, serta pertahanan dan keamanan (Rp425 triliun).
Sementara itu, program pendukungnya hanya mencakup pendidikan (Rp575,8 triliun) dan kesehatan (Rp244 triliun).
Penetapan anggaran yang sangat besar ini menunjukkan komitmen terhadap program tersebut, sekaligus memunculkan kekhawatiran tentang prioritas. Dengan dana sebesar itu, apakah program – program lain yang tidak kalah pentingnya, seperti keberlanjutan infrastruktur dan transportasi yang berkeselamatan, akan terabaikan?
Hal ini memunculkan pertanyaan, bagaimana program – program utama itu bisa efektif tanpa dukungan infrastruktur dan transportasi? Kita tahu, daerah miskin sering kali memiliki aksesibilitas yang sangat buruk akibat minimnya infrastruktur dan transportasi umum yang memadai.
Tanpa elemen – elemen ini, daerah tersebut akan sulit keluar dari kemiskinan, bahkan mengalami inflasi tinggi dan stagnasi ekonomi.
Oleh karena itu, semua program utama dan pendukung akan terasa manfaatnya secara maksimal jika didukung oleh infrastruktur dan transportasi yang kuat.
Untuk mencapai Indonesia Emas 2045, kita perlu memandang infrastruktur dan transportasi sebagai kebutuhan dasar, sama pentingnya dengan pangan, sandang, perumahan, pendidikan, dan kesehatan.
Kedua elemen ini adalah kunci utama untuk mendorong kemajuan suatu wilayah dan mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat.
Dampak Angkutan Umum
Pemerintah menargetkan pembenahan angkutan umum di 20 kota dalam RPJMN 2025 – 2029.
Namun, program ini menghadapi tantangan serius. Anggaran stimulan skema Buy The Service (BTS) justru terus menyusut, membuat keberhasilan program ini diragukan.
Setelah mencapai puncaknya di angka Rp582,98 miliar pada tahun 2023, alokasi anggaran terus menurun hingga direncanakan hanya sebesar Rp80 miliar di tahun 2026.
Tahun 2020 sebesar Rp51,83 miliar, tahun 2021 (Rp312,25 miliar), tahun 2022 (Rp552,91), tahun 2024 (Rp437,89 miliar), dan tahun 2025 (Rp177,49 miliar).
Ketersediaan angkutan umum sejatinya berkaitan erat dengan isu kemiskinan, bukan semata – mata kemacetan. Daerah – daerah miskin sering kali terisolasi, karena sulitnya akses transportasi.
Sangat disayangkan jika anggaran untuk transportasi umum harus dikorbankan demi mendukung program lain, seperti program MBG. Sejatinya, angkutan umum harus dipandang sebagai alat untuk menjangkau dan memberdayakan kaum yang kurang beruntung.
Angkutan umum yang tidak dikelola dengan baik dapat memicu berbagai masalah sosial. Di beberapa wilayah Jawa Tengah, misalnya, ketiadaan angkutan umum menyebabkan anak – anak putus sekolah.
Fenomena ini tidak berhenti di situ, angka putus sekolah yang tinggi berkorelasi dengan peningkatan pernikahan dini, yang pada gilirannya berpotensi meningkatkan jumlah kelahiran bayi stunting.
Penyediaan layanan angkutan umum di setiap kawasan perumahan dapat menjadi solusi untuk mengurangi banyaknya proyek perumahan yang mangkrak. Angkutan umum adalah kunci vital bagi aksesibilitas warga terhadap beragam kebutuhan, yang pada akhirnya memengaruhi kesejahteraan mereka.
Tanpa dukungan pemerintah dalam menyediakan angkutan umum, akses warga akan tersendat dan upaya mencapai kesejahteraan akan terhambat.
Transportasi yang terjangkau dapat memberikan setiap orang bisa menikmati peluang, kebebasan dan kebahagiaan. Itu kalau pemerintahnya becus dan peduli (Litman, 2025).
Infrastruktur Jalan
Berdasarkan data Surat Keputusan (SK) Menteri PUPR No. 1688/KPTS/M/2022, total panjang jalan di Indonesia mencapai 529.132,19 kilometer (km). Data terbaru dari BPS dan Kementerian PUPR tahun 2024 menunjukkan bahwa 441.250,19 kilometer di antaranya adalah jalan kabupaten/kota.
Meskipun demikian, kondisi jalan ini sangat memprihatinkan. Dari total jalan kabupaten/kota, sekitar 12,5% (55.501 km) dalam kondisi rusak dan 26,7% (117.654 km) rusak berat.
Secara keseluruhan, ada 39,2% atau sekitar 173.155 km jalan kabupaten/kota berada dalam kondisi tidak mantap dan memerlukan perbaikan.
Untuk mengatasi permasalahan ini, pemerintah mengalokasikan dana besar melalui Program Inpres Jalan Daerah (IJD), yaitu sebesar Rp14,6 triliun pada tahun 2023 dan Rp15 triliun pada 2024.
Tahun 2025 program ini tidak berlanjut, sehingga jalan rusak di daerah banyak yang belum diperbaiki.
Jalan rusak ini juga sangat berdampak pada operasional angkutan umum. Menurut data Perum Damri tahun 2021, ada 14% dari seluruh ruas jalan yang dilalui Angkutan Perintis berada dalam kondisi rusak, dengan kasus terburuk di Sulawesi Selatan. Kerusakan ini jelas sangat membebani ketahanan kendaraan.
Saat ini, Damri memiliki 34 trayek angkutan perintis yang menghubungkan permukiman transmigrasi di berbagai provinsi. Trayek – trayek ini tersebar, dengan jumlah terbanyak di Jambi (sembilan trayek) dan Papua Selatan (tujuh trayek).
Program Inpres Jalan Daerah (IJD) sangat penting untuk memperlancar operasional Angkutan Jalan Perintis. Oleh karena itu, diperlukan koordinasi yang erat antara Kementerian Perhubungan dan Kementerian PUPR.
Kolaborasi ini akan memastikan perbaikan jalan dan jembatan yang dilalui angkutan perintis, termasuk di kawasan transmigrasi, dapat berjalan sesuai tahapan yang direncanakan.
Memperbaiki kondisi jalan kabupaten/kota akan melancarkan distribusi barang dan orang, sehingga memungkinkan penambahan trayek angkutan barang perintis.
Saat ini, hanya ada sembilan trayek dan penambahan terkendala oleh jalan rusak. Angkutan perintis ini esensial untuk melanjutkan distribusi dari Tol Laut.
Mengingat manfaat Tol Laut belum menjangkau daerah pedalaman dan pulau – pulau kecil (seperti di Maluku Utara, Maluku, Papua Barat Daya dan Kabupaten Pangkajene Kepulauan), penambahan angkutan barang perintis sangat dibutuhkan, termasuk subsidi feeder kapal tol laut untuk memperluas jangkauan.
Tidak Boleh Dikurangi
Menurut Darmaningtyas, berulangnya kecelakaan di jalan dan tingginya angka fatalitas, pengambil kebijakan tidak memiliki kesadaran keselamatan. Data kecelakaan pun tidak digunakan dalam membuat kebijakan.
Akibat ketidakpedulian ini, banyak nyawa hilang sia-sia di jalan. Sia-sia saja Presiden mendorong generasi unggul kalau akhirnya meninggal di jalan (Kompas.id, 6/2/2025).
Angka kecelakaan di Indonesia sangat memprihatinkan, dan sebagian besar korbannya adalah usia produktif. Berdasarkan data Korlantas Polri (2024), sekitar 39,48% korban adalah pelajar/mahasiswa (usia 6 tahun hingga 25 tahun) dan 39,26% adalah usia produktif (25 tahun hingga 55 tahun). Bayangkan, setiap jam, empat orang meninggal akibat kecelakaan di jalan raya.
Kondisi ini semakin buruk karena beberapa masalah sistemik. Anggaran operasional KNKT tidak mencukupi, sedangkan anggaran pemeliharaan infrastruktur kereta api (IMO) justru terus berkurang meskipun jaringan rel bertambah. Situasi ini meningkatkan risiko kecelakaan.
Selain itu, anggaran rutin untuk ramp check angkutan wisata dan barang sangat minim, ditambah lagi dengan pembubaran Direktorat Keselamatan Transportasi Darat yang membuat tidak ada lagi lembaga yang secara khusus bertanggung jawab atas keselamatan transportasi darat di Indonesia.
Subsidi Transportasi
Di tengah kesulitan ekonomi, melemahnya daya beli dan tingginya pengangguran, program angkutan umum dengan tarif murah adalah penyelamat bagi masyarakat.
Layanan ini sangat membantu mereka tetap bisa beraktivitas tanpa harus mengeluarkan biaya besar, sehingga beban harian pun berkurang.
Dengan adanya subsidi, masyarakat di wilayah 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal) dapat menikmati akses transportasi yang terjangkau, membuat pergerakan orang dan barang menjadi lebih mudah.
Saat ini, Indonesia sedang menghadapi krisis ekonomi, bukan krisis hubungan keagamaan. Oleh karena itu, lebih tepat jika pemerintah berdialog dengan para ekonom, bukan tokoh agama, untuk mencari solusi atas masalah minimnya lapangan kerja dan besarnya angka Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Mimpi Indonesia Maju
Ciri utama negara maju adalah kualitas jaringan transportasi umum, fasilitas pejalan kaki dan pesepeda, serta aksesibilitas yang baik bagi penyandang disabilitas dan lansia.
Di sana, para pejabat dan masyarakat umum sudah lazim menggunakan angkutan publik karena jangkauannya yang luas, bahkan bisa mencakup 90% wilayah perkotaan, seperti di Jakarta.
Selain itu, negara maju juga memiliki angka kecelakaan yang rendah, partisipasi masyarakat yang tinggi terhadap disiplin berlalu lintas dan kondisi jalan yang mantap hingga ke daerah terpencil.
Mengingat pentingnya sektor – sektor ini, anggaran infrastruktur, transportasi, dan keselamatan tidak boleh ikut dipangkas.
Sebaliknya, masih banyak pos anggaran lain yang bisa dihemat, seperti mengurangi atau menghilangkan fasilitas dan kemewahan yang tidak penting bagi para pejabat, mulai dari mobil dinas hingga perjalanan dan pengawalan yang tidak mendesak. (Djoko Setijowarno, Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata dan Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat)