Keberadaan bandar udara (bandara) yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat menjadi sangat penting. Tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan penumpang pesawat, tapi juga pada pemenuhan kebutuhan akan logistik.
Sebagai upaya meningkatkan kelancaran distribusi logistik serta menurunkan harga distribusi barang, pemerintah membangun bandara di daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar) di Provinsi Papua, salah satunya Bandara Senggeh. Bandara yang berlokasi di Distrik Senggi, Kabupaten Keerom, Papua ini rencananya dijadikan pilot project trimoda transportasi oleh Kementerian Perhubungan.
Dengan kapasitas kargo yang tinggi, Bandara Senggeh menjadi pusat persebaran barang-barang kebutuhan pokok ke daerah-daerah 3T di sekitar Kabupaten Keerom.
Ketika diresmikan, Bandara Senggeh termasuk dalam kategori bandara domestik kelas III oleh Direktoral Jenderal Perhubungan Udara dengan lokasi pengisian avtur di Senggeh.
Rencana pilot project trimoda transportasi ini sejalan dengan beroperasinya pelabuhan peti kemas baru di Distrik Depapre, Kabupaten Jayapura dengan nama Pelabuhan Depapre. Pelabuhan Depapre beroperasi dengan layanan tol laut trayek T-19 (Merauke-Kokas-Sorong-Biak-Korido-Depapre-Sorong-Merauke).
Peresmian Pelabuhan Depapre turut ditandai dengan bersandarnya kapal tol laut Logistik Nusantara (Lognus) 2 yang mengangkut 18 ton beras dari Kabupaten Merauke. Dengan hadirnya Pelabuhan Depapre dan Bandara Senggeh, harapannya distribusi logistik akan semakin mudah terutama di daerah 3T Papua.
“Barang-barang dikirim ke Bandara melalui jalur darat, kemudian dari Bandara Senggeh, barang-barang tersebut disebarkan ke daerah-daerah lain melalui jalur udara,” jelas M. Sarif Hidayat, Kepala Bandara Senggeh.
Bandara Senggeh memiliki runway berukuran 900 m x 23 m, taxiway dengan ukuran 17.25 m x 20 m, serta apron 60 m x 40 m. Pada tahun 2020, Bandara Senggeh memiliki 19 rute penerbangan dan tercatat telah melakukan 818 pergerakan yang terdiri dari 400 lebih landing dan 400 lebih take of.
Sistem navigasi penerbangan berbasis ADS-B (Automatic Dependent Surveillance-Broadcast) sudah dipergunakan oleh Bandara Senggeh. Basis ADS-B adalah sistem navigasi penerbangan di mana setiap pesawat terbang memancarkan data penerbangan berupa identitas, koordinat lokasi, ketinggian, kecepatan, serta indikator lainnya, ke segala arah secara terus menerus melalui media gelombang radio.
Apabila diukur jaraknya, Bandara Senggeh berjarak kurang lebih 141.3 km menuju kota Jayapura. Jarak ini dapat ditempuh selama tiga jam 33 menit, jika menggunakan mobil.
Bupati Keerom Piter Gusbager menuturkan, “mengingat pentingnya rencana pengembangan kawasan Senggi dan sekitarnya, yang mana membutuhkan dukungan pengembangan sarana dan prasarana disana termasuk rencana pengembangan Bandara Senggi, maka pertemuan ini tetap digelar Pemkab juga sibuk dengan banjir namun pertemuan ini penting maka tetap kita gelar disela-sela waktu yang ada.”
Bandara Senggeh memiliki kapasitas kargo yang cukup besar. Menurut catatan tiga tahun terakhir, kapasitas kargo yang diangkut dari Bandara Senggeh terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2017, kargo yang mampu diangkut sebanyak 28.135 kg.
Kemudian pada tahun 2018 dan 2019 mengalami peningkatan menjadi 145.170 kg dan 360.608 kg. Lalu pada tahun kemarin, tepatnya di tahun 2020, kargi yang dapat diangkut bertambah menjadi 446.337 kg.
Dilansir dari lintaspapua.com, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Keerom bersama pengelola Bandara Senggeh telah bersepakat untuk mengembangkan Bandara Senggeh menjadi pesawat kargo sekelas ATR dengan memperluas runway yang mulanya sepanjang 900 m menjadi 1.600 m.
Hingga saat ini, Bandara Senggeh hanya melayani penerbangan angkutan kargo dan belum mengadakan layanan penerbangan angkutan penumpang. Namun, kehadiran Bandara Senggeh sangatlah penting bagi pendistribusian kebutuhan logistik di Papua. (nf)