
PT Dirgantara Indonesia (PTDI) bersama dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) memperkuat komitmen untuk memacu ekosistem industri dirgantara nasional.
Direktur Utama PTDI Gita Amperiawan menyatakan, dukungan riset dari BRIN menjadi faktor penting dalam meningkatkan kemandirian industri dirgantara, khususnya dalam mendorong peningkatan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).
”Dengan dukungan riset dari BRIN, kami optimistis dapat memperkuat posisi Indonesia dalam rantai pasok global kedirgantaraan,” ujarnya.
Gita menjelaskan, sebagai satu – satunya industri dirgantara di Asia Tenggara yang memiliki kapabilitas lengkap mulai dari desain, manufaktur hingga perawatan pesawat, PTDI terus mengembangkan produk berdaya saing global.
Selain N219, PTDI juga telah berhasil memasarkan pesawat CN235 dan NC212i ke berbagai pasar internasional.
Kepala BRIN Arif Satria melakukan kunjungan ke fasilitas produksi PTDI di Bandung dengan menekankan bahwa riset di sektor dirgantara harus selaras dengan kebutuhan industri dan tidak berhenti pada tahap laboratorium semata.
”Kita harus memastikan bahwa setiap riset di bidang kedirgantaraan memiliki dampak ekonomi dan nilai tambah nyata bagi industri nasional,” tuturnya.
Menurut Arif, PTDI memiliki peran strategis sebagai pusat inovasi teknologi tinggi di Indonesia.
Oleh karena itu, PTDI akan memberikan dukungan mulai dari pendanaan riset, pemanfaatan fasilitas laboratorium bersama, hingga penguatan Sumber Daya Manusia (SDM) periset guna mempercepat hilirisasi inovasi.
Salah satu fokus utama dalam kunjungan tersebut adalah peninjauan perkembangan pesawat N219 Nurtanio, yang merupakan hasil kolaborasi antara BRIN dan PTDI.
Pesawat bermesin ganda ini dirancang untuk menjawab tantangan konektivitas di wilayah terpencil Indonesia.
Arif menilai, N219 memiliki keunggulan kompetitif yang signifikan, khususnya kemampuan Short Take-Off and Landing (STOL) yang memungkinkan pengoperasian di landasan terbatas.
”N219 mampu beroperasi di landasan pacu yang pendek, kurang dari 800 meter, bahkan yang tidak beraspal sekalipun. Ini solusi kunci untuk wilayah seperti pegunungan Papua atau daerah 3T lainnya,” ujarnya. B



