Program bus sekolah gratis di Belitung Timur merupakan wujud nyata komitmen Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Belitung Timur terhadap dunia pendidikan dan masa depan anak, termasuk kelompok disabilitas.
Film Laskar Pelangi membawa dampak transformatif bagi Belitung Timur. Daerah yang sebelumnya dikenal luas sebagai pulau penghasil tambang timah kini telah berganti citra menjadi destinasi wisata edukatif yang terkenal secara nasional maupun internasional.
Meskipun aktivitas pertambangan timah masih berlangsung, perannya dalam ekonomi daerah sudah jauh berkurang dibandingkan masa lalu.
Pemkab Belitung Timur menunjukkan komitmen kuat terhadap akses pendidikan dan keselamatan pelajar melalui layanan bus sekolah gratis yang dikelola Dinas Perhubungan.
Program ini dirancang strategis untuk menjangkau wilayah dengan minimnya angkutan umum.
Inisiatif penting ini didukung penuh oleh APBD 2025 yang disahkan sebesar Rp966,2 miliar, mencerminkan prioritas Pemkab Belitung Timur dalam meningkatkan aksesibilitas dan mendorong budaya penggunaan transportasi umum di kalangan generasi muda.
Per tahun 2025, berdasarkan data Dinas Perhubungan Kabupaten Belitung Timur, terdapat 5 unit bus sekolah yang beroperasi secara aktif melayani lima kecamatan. Layanan ini secara khusus menargetkan siswa SMP dan SMA, termasuk menyediakan angkutan khusus bagi siswa disabilitas.
Armada yang digunakan terdiri dari mikrobus berkapasitas 19 tempat duduk untuk rute Gantung – Manggar, Simpang Pesak dan Kelapa Kampit – Damar, sedangkan rute Kelapa Kampit, serta Dendang dilayani oleh bus sedang berkapasitas 24 tempat duduk.
Layanan bus sekolah di Kabupaten Belitung Timur dirancang untuk melayani berbagai kebutuhan pelajar, mulai dari layanan khusus hingga koridor reguler.
Rute Kelapa Kampit – Manggar (sepanjang 31,3 km) secara spesifik dialokasikan untuk memfasilitasi siswa disabilitas yang bersekolah di SLB Negeri Manggar.
Sementara itu, empat rute reguler lainnya beroperasi untuk siswa SMP dan SMA: Simpang Pesak (31 km) melayani siswa SMP Negeri 1 dan SMA Negeri 1 Simpang Pesak, lalu Gantung – Manggar (13,1 km) melayani SMK Negeri 1 Manggar, Kelapa Kampit (8,8 km) mencakup SMP Negeri 1, 2, dan 4 Kelapa Kampit, dan rute Dendang (11,5 km) melayani SMP Negeri 1 dan 2 Dendang.
Guna mendukung operasional program bus pelajar gratis, Pemkab Belitung Timur telah mengalokasikan anggaran belanja Bahan Bakar Minyak (BBM) melalui APBD.
Alokasi ini ditetapkan sebesar Rp233.283.000 pada tahun 2024, kemudian Rp220.840.800 pada tahun 2025 dan direncanakan meningkat menjadi Rp353.472.900 pada tahun 2026.
Upaya peningkatan layanan berupa pelatihan awak angkutan dan sosialisasi pada pengguna layanan. Penggunaan teknologi digital dalam operasional layanan yang akuntabel, efektif dan efisien, serta upaya pengembangan armada dengan pengajuan bantuan/proposal kepada Kementerian maupun melalui Program CSR.
Partisipasi Swasta
Selain itu, empat perusahaan perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Belitung Timur turut berpartisipasi dalam menyediakan fasilitas pendidikan berupa 15 unit armada angkutan sekolah gratis.
Inisiatif ini merupakan bentuk dukungan pihak perkebunan untuk memastikan anak karyawan yang tinggal di kompleks perumahan perkebunan dan siswa dari masyarakat umum di sekitarnya, dapat mengakses sekolah terdekat dengan mudah, serta aman.
Armada tersebut disediakan oleh PT Steelindo Wahana Perkasa (5 unit bus sedang), PT Parit Sembada (1 unit bus sedang), PT Sahabat Mewah Makmur (5 unit bus sedang), dan PT Alam Karya Sejahtera (4 unit bus sedang)
Tantangan Pengembangan
Dalam upaya mengembangkan layanan bus sekolah, Pemkab Belitung Timur menghadapi empat kelompok tantangan utama, geografis dan jangkauan (terkait aksesibilitas), finansial dan keberlanjutan, sosial dan kompetisi moda transportasi, serta kelembagaan dan operasional.
Secara geografis dan jangkauan, Kabupaten Belitung Timur menghadapi kendala serius yang memengaruhi efisiensi layanan bus sekolah. Dengan kepadatan penduduk yang relatif rendah dan tersebar, rute yang harus ditempuh bus menjadi panjang dan tidak efisien, mengakibatkan tingginya biaya operasional per penumpang.
Selain itu, kondisi jalan di beberapa daerah terpencil atau pedesaan sering kali buruk dan sempit, menyulitkan bus besar untuk bermanuver dan mempertahankan jadwal yang tepat waktu.
Tantangan ini diperparah oleh kebutuhan untuk melayani siswa dari berbagai jenjang pendidikan (SD, SMP, SMA) yang lokasinya tidak terpusat.
Tantangan finansial dan keberlanjutan program bus sekolah dapat diuraikan menjadi tiga poin utama.
Pertama, tingginya biaya operasional menjadi kendala signifikan. Biaya bahan bakar, perawatan armada, dan gaji pengemudi tetap tinggi, khususnya untuk rute yang panjang dan jika tingkat keterisian bus rendah, maka subsidi APBD yang dibutuhkan akan melonjak drastis.
Kedua, terdapat ketergantungan yang kuat pada APBD. Skema pembiayaan bus sekolah sangat bergantung pada alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, yang memiliki keterbatasan dan harus bersaing dengan kebutuhan sektor prioritas lain.
Ketiga, adanya dilema skema tarif vs subsidi, dengan pemerintah daerah harus menentukan apakah layanan harus sepenuhnya gratis (subsidi 100%) atau mengenakan tarif minimal.
Penetapan tarif berbayar harus dipertimbangkan matang agar tetap terjangkau dan tidak membebani masyarakat miskin.
Dari sisi sosial dan kompetisi moda transportasi, terdapat tiga hambatan utama. Pertama, tingginya prevalensi sepeda motor. Penggunaan kendaraan pribadi, khususnya sepeda motor oleh siswa SMP hingga SMA, sangat masif karena dianggap lebih cepat dan fleksibel, sehingga menekan minat orang tua untuk beralih ke bus sekolah.
Kedua, adanya budaya mengantar anak. Sebagian orang tua masih memilih mengantar anak mereka sendiri, didorong oleh faktor kebiasaan, keamanan atau kenyamanan yang dirasa lebih terjamin.
Ketiga, kurangnya kesadaran dan promosi. Diperlukan upaya sosialisasi yang masif untuk meningkatkan pemahaman masyarakat dan sekolah mengenai manfaat jangka panjang bus sekolah, terutama dari aspek keselamatan, ramah lingkungan dan penanaman disiplin.
Di samping kendala yang sudah disebutkan, tantangan kelembagaan dan operasional juga menjadi fokus.
Pertama, dari sisi manajemen dan pengawasan, diperlukan pembentukan lembaga pengelola yang kuat dan independen guna memastikan pengelolaan armada (termasuk perawatan, jadwal dan kualitas pengemudi) dapat dilakukan secara profesional dan tepat waktu.
Kedua, terdapat masalah keterbatasan armada, di mana jumlah bus yang tersedia saat ini seringkali tidak memadai untuk melayani seluruh rute yang ada, terutama pada jam sibuk (pagi dan siang hari).
Ketiga, integrasi jadwal menjadi tantangan tersendiri; menyelaraskan jadwal kedatangan dan keberangkatan bus dengan waktu masuk dan pulang sekolah dari berbagai institusi yang berbeda di seluruh kabupaten terbukti kompleks.
Penutup
Program bus sekolah adalah wujud nyata komitmen Pemkab Belitung Timur terhadap dunia pendidikan dan masa depan anak. Melalui layanan bus sekolah gratis ini, pelajar merasakan prioritas layanan, kenyamanan, kemudahan aksesibilitas dan fasilitas yang memadai.
Untuk mencapai layanan yang aman, nyaman, dan ramah anak, diperlukan peran serta aktif dari seluruh pihak, termasuk masyarakat, orang tua, guru, dan pemangku kepentingan (stakeholder).
Ke depan, inovasi dan adaptasi teknologi sangat diperlukan dalam peningkatan layanan dan diharapkan jumlah armada, serta jangkauan wilayah dapat terus ditingkatkan. (Djoko Setijowarno, Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata)




