Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dan Asosiasi Perawatan Pesawat Indonesia (Indonesia Aircraft Maintenance Services Association/IAMSA) bersinergi memajukan industri perawatan pesawat nasional melalui forum Indonesia MRO Summit yang mempertemukan pelaku utama sektor penerbangan.
Menurut Ketua Umum IAMSA Andi Fahrurrozi, forum Indonesia Maintenance, Repair and Overhaul Summit (IMROS) 2025 itu menjadi wadah kolaborasi antara industri, regulator dan operator penerbangan agar potensi perawatan pesawat di dalam negeri dapat dimaksimalkan secara berkelanjutan, serta efisien.
“Jadi harapannya dengan adanya Indonesia MRO Forum ini kita bisa saling bersinergi berkolaborasi untuk meningkatkan industri MRO Indonesia terutama serapan beban maintenance airline atau biaya maintenance airline itu bisa kita serap maksimal di domestik,” jelasnya di pembukaan IMROS di Jakarta.
Kegiatan yang berlangsung 14 – 15 Oktober 2025 menghadirkan berbagai pihak, mulai dari maskapai penerbangan, lembaga leasing, vendor, produsen pesawat hingga regulator guna membangun jejaring dan memperkuat kerja sama lintas sektor dalam industri MRO Indonesia.
IAMSA berharap forum itu menjadi langkah konkret dalam meningkatkan serapan beban biaya perawatan pesawat di dalam negeri, sehingga devisa tidak terus mengalir keluar negeri.
Andi menjelaskan, kolaborasi antara sektor komersial termasuk pertahanan menjadi fokus utama, mengingat anggaran perawatan dari Kementerian Pertahanan juga sangat besar dan dapat mendorong pertumbuhan industri MRO nasional.
Sinergi dua sektor tersebut diyakini akan menciptakan lapangan kerja baru, meningkatkan daya saing industri dan memperkuat kemandirian bangsa dalam bidang perawatan pesawat, serta teknologi penerbangan.
IAMSA menuturkan, tantangan utama industri MRO Indonesia terletak pada rantai pasok dan regulasi yang perlu dimajukan, seperti negara tetangga Singapura, Malaysia, serta Thailand.
Negara – negara tersebut memiliki kawasan terpadu, seperti Seletar, Subang Aerospace Park dan Don Mueang yang menarik investasi besar dari produsen komponen pesawat kelas dunia.
IAMSA menilai Indonesia perlu menciptakan kebijakan perpajakan dan bea masuk yang lebih kompetitif agar mampu menarik investasi dan mencegah ketertinggalan teknologi di bidang perawatan mesin pesawat.
Andi optimistis dengan dukungan pemerintah dan regulasi yang tepat, industri MRO nasional akan mampu berkembang pesat, menghemat devisa, serta menjadikan Indonesia pusat perawatan pesawat di kawasan Asia Tenggara.
Sementara itu, Direktur Kelaikudaraan dan Pengoperasian Pesawat Udara (DKPPU) Direktorat Jenderal Perhuhungan Udara Kemenhub Sokhib Al Rokhman menegaskan, penguatan industri Approved Maintenance Organization (AMO) menjadi prioritas utama dalam mendorong kemandirian sektor penerbangan nasional berbasis kapabilitas teknis dalam negeri.
Kemenhub sedang menyiapkan pembangunan kawasan AMO Center atau pusat perawatan pesawat udara Indonesia sebagai pusat industri perawatan pesawat yang terpadu dan tersebar di enam wilayah strategis tanah air.
Rencana pengembangan kawasan itu meliputi Batam, Kertajati dan Bandara Budiarto Curug untuk wilayah barat, Makassar untuk wilayah tengah, serta Timika dan Sentani sebagai sentra utama kawasan timur Indonesia.
Pembangunan kawasan perawatan pesawat ini diharapkan mampu menjadi arena penguatan daya saing, seperti halnya Seletar di Singapura, Subang di Malaysia dan Don Mueang di Thailand, serta U-Tapao di Vietnam.
Selain penguatan infrastruktur, lanjutnya, pemerintah juga memberikan dukungan melalui kebijakan insentif fiskal dan penghapusan larangan terbatas (lartas) bagi pelaku industri penerbangan, serta AMO agar kegiatan perawatan semakin efisien.
Kemenhub bersama Kementerian Keuangan dan Kemenko Perekonomian turut menyiapkan kebijakan pembebasan bea masuk suku cadang pesawat agar industri perawatan lebih mudah memperoleh komponen penting dengan biaya kompetitif.
Langkah kolaboratif antara Kemenhub dan IAMSA tersebut menjadi upaya strategis dalam membangun ekosistem MRO nasional yang kuat, menciptakan lapangan kerja baru, serta mengurangi ketergantungan terhadap layanan perawatan luar negeri.
“Kalau kita ingin industri penerbangan kita setara dengan negara tetangga, maka kita memberikan fasilitas yang sama, seperti yang dilakukan Singapura, Malaysia, Thailand, Vietnam dan lain – lain, sehingga kita bisa berdaya saing,” tutur Sokhib. B