Hutama Karya Kilas Balik Jembatan Cable Stayed Pertama di Sumatra Sambut Harhubnas 2025

Jembatan Tengku Agung Sultanah Latifah di Siak, Riau, (dok. wikipedia.org)
Bagikan

Memperingati Hari Perhubungan Nasional (Harhubnas) 2025, PT Hutama Karya (Persero) (Hutama Karya) mengangkat kembali peran Jembatan Tengku Agung Sultanah Latifah di Siak, Riau, dalam mempermudah akses layanan, pendidikan dan ekonomi warga.

Jembatan tersebut dibangun dengan keterlibatan tenaga ahli dalam negeri, jembatan cable stayed pertama di Sumatra ini telah beroperasi selama 18 tahun.

Jembatan sepanjang 1.239 meter dengan lebar 16,95 meter yang diresmikan pada 11 Agustus 2007 ini menghubungkan sisi Utara dan Selatan Kabupaten Siak, membuka akses bagi lebih dari 400.000 penduduk, serta mendukung kelancaran transportasi antara Kabupaten Siak, Kota Pekanbaru, dan Kabupaten Bengkalis.

Jembatan hasil kolaborasi Hutama Karya dengan PT PP (Persero) Tbk. ini juga dilengkapi dengan dua trotoar selebar 2,25 meter di sisi kanan dan kiri, serta dilengkapi dua menara setinggi 80 meter dengan clearance dari permukaan air saat pasang  mencapai sekitar 23 meter.

Executive Vice President Sekretaris Perusahaan Hutama Karya Adjib Al Hakim mengatakan bahwa bahwa jembatan ini telah memperluas mobilitas warga dan arus logistik di Siak.

“Dari sisi teknis, pembangunannya menjadi salah satu tonggak penerapan teknologi cable stayed di Indonesia yang ditangani oleh tenaga ahli dalam negeri,” jelasnya.

Sebagai proyek perdana cable stayed Hutama Karya di Sumatra, jembatan ini menjadi pionir sebelum pengerjaan proyek serupa mulai digarap perusahaan, seperti Jembatan Soekarno di Manado, Jembatan Siak 4 di Riau hingga Jembatan Pulau Balang di Kalimantan.

Keunikan terletak pada cable stayed berwarna – warni khas Melayu, satu – satunya di dunia yang menerapkan konsep ini sebagai representasi kearifan lokal.

Dilengkapi pula lift outdoor pertama dengan dua garis bentukan (miring dan lurus) yang tetap vertikal, menuju ruang pameran dan restoran di puncak menara dengan panorama Siak.

Nama Tengku Agung Sultanah Latifah diambil dari gelar Tengku Syarifah Mariam binti Fadyl, istri Sultan Syarif Kasim II, sebagai penghormatan terhadap sejarah dan budaya lokal.

Konstruksi jembatan ini kala itu memberikan dampak terhadap pertumbuhan ekonomi Siak dan sekitarnya.

Sebelumnya, masyarakat harus menyeberangi sungai menggunakan perahu, yang menghambat mobilitas dan aktivitas ekonomi.

Pada masanya, jembatan ini tergolong proyek high risk dan menghadapi berbagai tantangan teknis, mulai dari pengerjaan di atas jalur pelayaran internasional yang padat, kondisi tanah untuk pondasi, hingga keterbatasan material lokal.

Hutama Karya mengatasi tantangan tersebut dengan menerapkan teknologi mutakhir, termasuk sistem perancah khusus untuk pengerjaan di ketinggian dan metode pemancangan pondasi yang presisi.

Selain itu, jembatan ini dirancang dengan kualitas bangunan tahan lama melalui penggunaan beton mutu tinggi dan sistem perlindungan dari benturan kapal.

Adjib menekankan bahwa pengalaman pembangunan Jembatan Tengku Agung Sultanah Latifah di Siak menjadi fondasi bagi Hutama Karya dalam menggarap proyek – proyek infrastruktur berteknologi tinggi.

“Portofolio ini sejalan dengan komitmen perusahaan untuk menghadirkan karya yang tidak hanya fungsional, tetapi juga ikonik dan menjadi warisan untuk generasi mendatang,” tutur Adjib. B

 

Komentar

Bagikan