
Kementerian Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan (Kemenko Infra) menyatakan aturan terkait tarif batas atas dan bawah untuk sopir logistik sedang disiapkan guna menciptakan zero Over Dimension Over Load (ODOL).
Menurut Asisten Deputi Konektivitas Darat dan Perkeretaapian di Kemenko Infra Hermin Esti Setyowati, rencana aksi terkait sistem tarif tersebut dirancang untuk menciptakan keadilan bagi sopir maupun pemilik jasa logistik.
“Dalam rencana aksi, termasuk tarif itu juga akan dibahas, artinya ada keadilan untuk tarif yang dikenakan dalam angkutan logistik. Itu sudah masuk dalam rencana aksi,” jelasnya usai menerima dan berdiskusi dengan perwakilan sopir truk di Kantor Kementerian Perhubungan, Jakarta.
Dia menurutkan, pembahasan tarif angkutan logistik akan mencakup penetapan batas atas dan bawah guna menjamin kepastian pendapatan, serta mendorong terciptanya ekosistem logistik yang efisien dan berkelanjutan.
“Ada tarif batas atas dan tarif batas bawah, akan diatur lebih lanjut untuk aturannya dalam regulasi resmi, yang saat ini sudah mendekati tahap uji publik,” ungkapnya.
Regulasi tersebut diharapkan bisa segera diundangkan agar implementasinya mampu memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi seluruh pelaku usaha transportasi logistik di Indonesia.
“Ini sudah hampir masuk dalam uji publik dan diharapkan setelah ini diundangkan, tentunya ini bisa segera diimplementasikan,” kata Esti.
Meski segera masuk tahap uji publik, lanjutnya, belum dpat dipastikan target penyelesaian regulasi tarif batas atas dan batas bawah bagi sopir logistik tersebut.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Aan Suhanan menyerap sejumlah aspirasi dari sopir truk di antaranya terkait perlindungan profesi dan revisi Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UULAJ) terutama Pasal 307 tentang pelanggaran over load.
Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Aan Suhanan menegaskan, salah satu aspirasi utama yang disampaikan para sopir truk adalah pentingnya perlindungan terhadap profesi pengemudi transportasi yang dinilai belum optimal.
“Ini sebenarnya sudah ada di konsep rencana aksi untuk perlindungan terhadap pengemudi di bidang transportasi ini,” tegasnya.
Pengemudi juga meminta revisi Undang-Undang Angkutan Jalan (UULAJ) terutama Pasal 307, karena aturan pelanggaran over load dianggap hanya membebani pengemudi sebagai objek hukum.
Selain itu, Aan juga menekankan bahwa adanya kesalahpahaman terkait keberlanjutan program Zero ODOL yang seolah hanya menekankan aspek penegakan hukum kepada sopir.
Dalam rencana aksi Zero ODOL, terdapat komponen pembinaan dan pengawasan terhadap angkutan barang yang menjadi tanggung jawab Kemenhub secara menyeluruh.
“Jadi, untuk program Zero ODOL sesuai dengan rencana aksi yang ada, ini akan dilanjutkan. Tentu salah satunya adalah untuk memberikan perlindungan kepada para pengemudi di dalam aksi tersebut,” tutur Aan. B