Plafon Bandara Douw Aturure Nabire Runtuh dan Kaca Pecah saat Gempa Magnitudo6.6

Plafon Bandara Douw Aturure Nabire di Papua Tengah runtuh dan kaca berhamburan. (dok. bmkg)
Bagikan

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen TNI Suharyanto memastikan situasi Kota Nabire di Provinsi Papua Tengah kondusif, aman dan terkendali setelah gempa bumi berkekuatan Magnitudo (M)6.6 terjadi pada Jumat (19/9/2025) pukul 01.19 WIB atau 03.19 WIT.

Segala aktivitas masyarakat berangsur normal sejalan dengan penanganan darurat bencana yang dilakukan oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Nabire beserta jajaran instansi terkait.

“Situasi secara umum aman terkendali,” ungkap Suharyanto.

Sementara itu, Direktur Gempa dan Tsunami BMKG Daryono mengatakan, gempa Nabire berdampak dan dirasakan di daerah Nabire dengan skala intensitas V MMI, serta daerah Wasior dengan skala intensitas IV-V MMI.

Selain itu, gempa juga terasa di daerah Enarotali dengan skala intensitas III-IV, daerah Timika dengan skala intensitas III MMI, daerah Biak dan Supiori dengan skala intensitas II-III.

Guncangan gempa merusak sejumlah bangunan di wilayah Nabire, termasuk bangunan Bandara Douw Atururu Nabire, yang menurut laporan petugas bandara, kerusakan berupa kaca – kaca penyangga pada terminal bandara berjatuhan.

Akibat gempa juga pecahan kaca berhamburan di lantai dan plafon Bandara Douw Atururu, yang menjadi titik sentral transportasi udara di Papua Tengah, juga berjatuhan.

Bandara Douw Aturure Nabire sebelumnya dikenal dengan nama Bandara Nabire Lama dan baru dibangun, dengan mulai beroperasi pada November 2023 menggantikan bandara lama yang terletak di pusat kota.

Namun, meski kondisi terkendali, BNPB tetap akan mengirimkan Tim Reaksi Cepat (TRC) menuju Nabire untuk memberikan pendampingan pemerintah daerah setempat terkait langkah monitoring, kaji cepat dan upaya lain yang dibutuhkan selama penanganan darurat, sehingga dapat berjalan dengan baik.

Dari hasil monitoring dan kaji cepat di lapangan nantinya, tim akan segera melakukan analisis dan evaluasi.

Apabila penanganan darurat sudah dapat dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Nabire maupun Pemerintah Provinsi Papua Tengah, maka BNPB tidak akan banyak memberikan intervensi dan seluruh rangkaian penanganan darurat diserahkan kepada pemerintah daerah setempat.

Namun, jika eskalasi dampak gempabumi kian masif dari hasil kaji cepat, maka BNPB akan mengirimkan Deputi Bidang Penanganan Darurat, Mayjen TNI Budi Irawan untuk memimpin penanganan darurat lebih lanjut.

“Apakah status akan ditingkatkan atau apakah ini sudah bisa ditangani kita akan lihat ke depannya. Jika eskalasi semakin masif, maka Deputi Bidan Penanganan Darurat Mayjen TNI Budi Irawan malam ini akan berangkat ke sana,” jelas Suharyanto.

Sementara itu, kondisi kerusakan yang dihimpun dari lapangan per pukul 10.00 WIB diperoleh data 2 unit rumah rusak, fasilitas bandara rusak di bagian kaca – kaca, kantor bupati rusak di bagian plafon, gereja katolik KR Malompo rusak di bagian langit – langit, jembatan Sriwani amblas, dan jaringan telepon, serta komunikasi sempat lumpuh.

Terkait dukungan penanganan kerusakan infrastruktur, BNPB akan membantu perbaikan sesuai dengan tingkatan kerusakan yang ditimbulkan.

Hasil pendataan dan analisis lapangan akan digunakan menjadi dasar perbaikan rusaknya infrastruktur tersebut. “Kami juga memastikan kerusakan akan kami perbaiki.”

Hingga pukul 11.00 WIB, gempa bumi susulan atau after shock telah mencapai 53 kali. Dari data tersebut, ada sebanyak tiga gempa bumi berskala cukup besar, namun tidak menyebabkan dampak signifikan.

Merespon hal tersebut, Kepala BNPB mengingatkan kepada warga setempat untuk tidak panik namun tetap meningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan.

Dengan melihat kejadian masa lalu, lanjutnya, wilayah Kabupaten Nabire pernah diguncang gempabumi berskala M6.4 pada tahun 2004 yang menyebabkan korban jiwa 32 orang meninggal dunia dan 213 orang mengalami luka – luka.

Sebanyak 178 unit rumah warga terbakar dan 150 unit rumah lainnya roboh akibat guncangan gempa bumi.

“Kita patut waspada. Pada tahun 2004 pernah terjadi di Nabire berkekuatan M6.4 dan banyak memakan korban jiwa meninggal dunia dan kerusakan infrastruktur,” jelas Suharyanto. B

Komentar

Bagikan