Pengemudi Truk Harus Menjadi Perhatian Pemerintah

Armada truk tengah melewati pemeriksaan. (dok. istimewa)
Bagikan

Sebanyak 60% pengemudi truk bermuatan Over Dimension Over Loading (ODOL) diketahui pernah mengalami kecelakaan lalu lintas. Mayoritas pengemudi (75%) memiliki penghasilan bulanan di bawah Rp5 juta per bulan.

Pemerintah, melalui Kementerian Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pengembangan Kewilayahan, telah mengambil inisiatif dengan mengumpulkan berbagai pemangku kepentingan untuk membahas pembenahan isu angkutan barang ODOL.

Namun, upaya penanganan isu ini selama ini kerap hanya sebatas wacana dan belum menunjukkan penyelesaian yang tuntas.

Setidaknya ada sembilan Rencana Aksi Nasional dan 47 keluaran (output) terkait impementasi Zero ODOL dalam Rencana Peraturan Presiden Penguatan Logistik Nasional, yaitu (1) integrasi penguatan angkutan barang menggunakan sistem elektronik, (2) pengawasan, pencatatan dan penindakan kendaraan angkutan barang, serta (3) penetapan dan pengaturan kelas jalan provinsi dan kabupaten/kota, serta penguatan penyelenggaraan jalan khusus logistik.

Selain itu, (4) peningkatan daya saing distribusi logistik melalui multimoda angkutan barang, (5) pemberian insentif dan disentif untuk badan usaha angkutan barang dan pengelola kawasan industri yang masing – masing menerapkan atau melanggar Zero ODOL, serta (6) kajian pengukuran dampak penerapan kebijakan Zero ODOL terhadap perekonomian, biaya logistik dan inflasi.

Kemudian, (7) penguatan aspek ketenagakerjaan dengan standar kerja yang layak bagi pengemudi, terutama mengenai upah, jaminan sosial dan perlindungan hukum, (8) deregulasi dan harmonisasi peraturan untuk meningkatkan efektivitas penegakan Zero ODOL, serta (9) kelembagaan pembentukan komite kerja untuk mendorong percepatan pengembangan konektivitas nasional sebagai delivery unit lintas sektor untuk percepatan pengembangan konektivitas dan logistik di seluruh moda transportasi.

Hasil Survei

Hasil Survei Persepsi Pengemudi Angkutan Barang yang dilakukan Pusat Kebijakan Keselamatan dan Keamanan Badan Kebijakan Transportasi Kementerian Perhubungan (Oktober 2025), menyebutkan mayoritas pengemudi (75%) memiliki penghasilan bulanan di bawah Rp5 juta.

Rentang penghasilan yang paling umum adalah Rp3 juta hingga Rp4 juta (ditemukan pada 37% pengemudi), diikuti oleh Rp2 juta hingga Rp3 juta (22%) dan Rp4 juta hingga Rp5 juta (16%).

Disamping itu, sistem penggajian yang paling banyak diterapkan di kalangan pengemudi adalah Borongan (46%). Mayoritas pengemudi truk yang memiliki penghasilan lain ini (66%) melaporkan bahwa pendapatan tambahan mereka berada pada batas maksimal Rp2 Juta per bulan.

Mayoritas responden (sebesar 85%) menyatakan tidak pernah mengalami kecelakaan lalu lintas. Namun, data menunjukkan adanya korelasi signifikan dalam kelompok pengemudi truk 60% dari pengemudi truk bermuatan ODOL diketahui pernah mengalami kecelakaan lalu lintas.

Mengingat 60% pengemudi pernah celaka, fokus pada kualitas pengemudi dan kondisi kerja sangat penting. Pertama, sertifikasi kompetensi. Diwajibkan sertifikasi dan pelatihan khusus bagi pengemudi truk, terutama yang mengangkut beban berat, meliputi teknik berkendara defensif, manajemen muatan dan aturan keselamatan.

Kedua, pengawasan jam kerja, yakni Menegakkan aturan ketat mengenai jam istirahat pengemudi (sesuai Undang – Undang Ketenagakerjaan) untuk mencegah kecelakaan akibat kelelahan. Perusahaan harus bertanggung jawab menyediakan fasilitas istirahat yang memadai.

Ketiga, kampanye kesadaran bahaya ODOL. Melakukan kampanye masif yang menyasar pengemudi, pengusaha, dan pemilik barang tentang bahaya nyata ODOL terhadap keselamatan jiwa dan kerugian ekonomi negara.

Selanjutnya, dari kelompok responden yang bermuatan ODOL dan mengalami kecelakaan, sebagian besar (majoritas, yaitu 52%) menyebutkan rem blong sebagai penyebab utama terjadinya insiden tersebut.

Fakta bahwa 61% pengemudi mengemudikan kendaraan bermuatan ODOL mungkin didorong oleh perbedaan penghasilan yang besar. Rata – rata, pengemudi truk ODOL mendapatkan Rp4.322.222 per bulan, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pengemudi truk bukan ODOL, yang hanya berpenghasilan Rp2.985.294 per bulan. Selisih pendapatan antara pengemudi bermuatan ODOL dan bukan ODOL mencapai Rp1.336.928.

Menyejahterakan Pengemudi

Ada enam usulan dari Asosiasi Pengemudi Logistik Nusantara, tapi baru tiga yang bisa didorong pada pemerintah, yaitu (1) usulan perpanjangan SIM B1 Umum dan B2 Umum tanpa membayar PNBP.

Kemudian, adanya (2) rumah khusus subsidi bagi pengemudi truk (90 persen tidak memiliki rumah), (3) mendorong anak – anak pengemudi logistik bisa bersekolah hingga perguruan tinggi dengan mendapat KIP Kuliah dan PIP (Sufmi Dasco Ahmad, 2025).

Sejauh mana usulan itu akan efektif, tentunya perlu ada pengawasan dari para komunitas pengemudi angkutan barang. Janji – janji itu harus terus dikawal dan diingatkan.

Peningkatan kualitas sumber daya pengemudi truk adalah kunci untuk mengurangi kecelakaan lalu lintas, mengakhiri praktik ODOL. Meningkatkan efisiensi logistik nasional. kualitas SDM ini mencakup aspek kompetensi (keterampilan dan pengetahuan), kesejahteraan (kondisi kerja), serta profesionalisme (etika).

Terminal Angkutan Barang

Keberadaan terminal angkutan barang merupakan kebutuhan yang mendesak untuk menunjang kelancaran dan keselamatan logistik nasional. Sayangnya, fasilitas vital ini belum tersedia di sepanjang jalan nasional.

Saat ini, yang ada hanyalah pangkalan atau tempat parkir truk milik pemerintah daerah, yang fungsinya belum optimal. Oleh karena itu, sudah selayaknya Kementerian Perhubungan mengambil peran utama untuk segera membangun terminal angkutan barang di jalan – jalan nasional.

Sambil menunggu pembangunan terminal baru, pemerintah dapat mempertimbangkan solusi sementara yang cerdas. Terminal penumpang Tipe A yang kini kian sepi akibat berkurangnya jumlah angkutan umum dapat dimanfaatkan.

Lahan kosong di terminal – terminal tersebut dapat dialihfungsikan untuk membangun fasilitas istirahat yang layak dan nyaman bagi pengemudi angkutan barang.

Ketiadaan fasilitas resmi ini telah menimbulkan masalah serius. Para pengemudi truk seringkali terpaksa menghentikan kendaraan di warung atau rumah makan di tepi jalan nasional.

Akibatnya, mereka memarkir truk besar di bahu jalan, padahal area tersebut tidak diperuntukkan untuk parkir, sehingga berpotensi mengganggu lalu lintas dan membahayakan keselamatan.

Sebagai solusi jangka pendek lainnya, pemerintah daerah didorong untuk mengalihkan sejumlah pangkalan atau parkir truk yang sudah ada menjadi terminal angkutan barang resmi.

Pengalihan status ini harus diikuti dengan peningkatan fasilitas standar yang mampu menjamin pengemudi dapat beristirahat dengan aman dan nyaman sebelum melanjutkan perjalanan. (Djoko Setijowarno, Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata)

 

 

Komentar

Bagikan