Kementerian Pariwisata (Kemenpar) dalam Laporan Kinerja Bulanan menyampaikan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara (Wisman) ke Indonesia sepanjang tahun 2025 mencatat capaian tertinggi periode Januari – Agustus sejak pandemi Covid-19.
Menteri Pariwisata (Menpar) Widiyanti Putri Wardhana dan Wakil Menteri Pariwisata (Wamenpar) Ni Luh Puspa memberikan laporan mengenai hal tersebut.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), kata Menar, jumlah kunjungan wisman periode Januari – Agustus 2025 mencapai 10,04 juta kunjungan.
“Capaian ini menandai rekor tertinggi periode Januari – Agustus kunjungan wisatawan mancanegara sejak pandemi Covid-19 dan menunjukkan arah pemulihan pariwisata Indonesia berada di jalur yang benar,” kata Menteri Pariwisata di Gedung Sapta Pesona, Jakarta.
Jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2024 yang mencatat 9,09 juta kunjungan, terjadi peningkatan sebesar 10,38%.
Sementara itu, untuk Agustus 2025, kunjungan wisman naik dari 1,34 juta menjadi 1,51 juta, tumbuh 12,33% dibandingkan tahun sebelumnya.
Sektor pasar wisata domestik pun menunjukkan geliat serupa. Sepanjang Januari – Agustus 2025, jumlah perjalanan wisatawan nusantara (wisnus) mencapai 807,55 juta perjalanan, meningkat 19,71% dibandingkan periode yang sama tahun 2024 yang berjumlah 674,6 juta perjalanan.
“Perjalanan wisatawan nusantara berperan penting dalam menggerakkan ekonomi masyarakat, terutama melalui sektor transportasi dan konsumsi publik yang berkontribusi langsung terhadap pertumbuhan ekonomi nasional,” jelas Wamenpar Ni Luh Puspa.
Di sisi lain, pada periode Januari – Agustus 2025, tercatat 6,13 juta perjalanan wisatawan nasional (Wisnas) ke luar negeri, dengan 685.000 perjalanan terjadi pada Agustus 2025.
Jumlah kedatangan wisman yang jauh lebih besar dibandingkan perjalanan wisnas ke luar negeri ini menyebabkan surplus wisatawan atau tourism balance yang positif bagi Indonesia.
Surplus wisatawan yang meningkat berdampak langsung pada kenaikan devisa bersih, sekaligus memperkuat kontribusi pariwisata terhadap pendapatan negara.
Dampak surplus ini terasa melalui meningkatnya permintaan akomodasi, belanja wisatawan, lapangan kerja pariwisata yang terjaga, dan peluang investasi di infrastruktur pariwisata, serta UMKM.
Menteri Pariwisata Widiyanti menjelaskan, menyikapi paradigma pariwisata yang dinamis dan selalu berkembang, pemerintah bersama DPR telah mengesahkan Perubahan Ketiga atas Undang – Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan pada Rapat Paripurna 2 Oktober 2025.
“Beberapa poin penting dalam perubahan tersebut meliputi, pergeseran paradigma pembangunan menuju ekosistem kepariwisataan yang lebih holistik dan terintegrasi dan penguatan SDM pariwisata melalui pendidikan formal, nonformal, serta informal yang menanamkan kesadaran sadar wisata dan keberlanjutan sejak dini,” tutur Menpar.
Undang-Undang baru ini juga menekankan pentingnya perencanaan pembangunan berbasis ekosistem dan pemberdayaan masyarakat lokal melalui pengembangan Desa dan Kampung Wisata.
Pemanfaatan teknologi informasi turut diakomodasi untuk mendukung pembangunan dan pengelolaan destinasi, daya tarik wisata, serta sarana prasarana pariwisata.
Kemenpar juga mendorong pengembangan event sebagai daya tarik wisata yang memberi dampak ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan, sekaligus menjadi sarana pelestarian budaya dan edukasi publik.
Penyempurnaan Undang – Undang Kepariwisataan ini diharapkan membuat sektor pariwisata lebih adaptif terhadap dinamika global dan memperkuat perannya sebagai motor penggerak ekonomi nasional.
Perubahan ini sangat relevan karena pariwisata bersifat dinamis dan terus berkembang. ‘
Minat wisatawan, tren destinasi, dukungan teknologi dan perilaku industri kini berubah dengan cepat. Undang – undang ini harus mampu menjawab tantangan tersebut.
Dalam Paket Ekonomi 2025 dan Program Penyerapan Tenaga Kerja, pemerintah menetapkan delapan program akselerasi, termasuk insentif khusus sektor pariwisata berupa PPh 21 Ditanggung Pemerintah (PPh 21 DTP).
“Insentif ini berlaku untuk pekerja pariwisata berpendapatan hingga Rp10 juta per bulan, diberlakukan Oktober – Desember 2025 dan akan dilanjutkan pada 2026,” kata Menpar.
Kemenpar memastikan insentif ini tepat sasaran bagi pekerja yang memenuhi kriteria dalam 77 Klasifikasi Baku Lapangan Usaha (KBLI) pariwisata.
Selain itu, tersedia pula program magang satu tahun bagi lulusan pariwisata.
“Kami bekerja sama dengan Himpunan Lembaga Pendidikan Tinggi Pariwisata Indonesia untuk memperbarui data pendidikan tinggi pariwisata serta mendampingi lulusan Politeknik Pariwisata (Poltekpar) yang ingin mengikuti program ini,” jelas Wamenar.
Menpar menuturkan, Kemenpar menjalankan berbagai program unggulan agar pariwisata Indonesia semakin berdaya saing, di antaranya Wonderful Indonesia Gourmet (WIG), Wonderful Indonesia Wellness (WIW), Kharisma Event Nusantara (KEN).
KEN 2025 menampilkan 74 event di 32 provinsi dengan total 9,74 juta pengunjung, nilai transaksi Rp719,74 miliar, dan melibatkan hampir 12.000 UMKM, 85.000 pekerja seni, serta 90.21 tenaga kerja.
Terkait status UNESCO Global Geopark Kaldera Toba, Menpar memastikan Kemenpar senantiasa aktif memberikan bantuan teknis dan fasilitasi agar statusnya kembali pulih.
Dalam pertemuan UNESCO Global Geoparks Council di Chile pada 5 – 6 September 2025, tiga taman bumi Indonesia, yakni Ciletuh Palabuhanratu, Rinjani Lombok dan Kaldera Toba berhasil memperoleh green card atau status hijau.
“Kaldera Toba berhasil meraih kembali status kartu hijaunya. Ini hasil kerja sama erat antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam menjaga keberlanjutan geopark Indonesia,” kata Menpar.
Dalam laporan tersebut, dia menegaskan bahwa pertumbuhan pariwisata hanya dapat terwujud melalui kolaborasi semua pihak.
“Pemerintah dan masyarakat harus terus bergandengan tangan agar pariwisata Indonesia makin maju dan berkelanjutan,” ungkapnya. B