Ketersediaan regulasi yang jelas dan komprehensif terkait dengan pengadaan lahan merupakan kunci keberhasilan pengembangan kawasan berorientasi transit atau Transit Oriented Development (TOD).
TOD bukan sekadar proyek transportasi, melainkan strategi pembangunan kawasan yang terintegrasi, mencakup hunian, komersial, sosial, dan fasilitas publik.
Untuk itu, kata Direktur Jenderal Pengadaan Tanah dan Pengembangan Pertanahan (Dirjen PTPP) Embun Sari, penyediaan lahan harus dipastikan melalui mekanisme yang jelas, adil dan dapat memberikan kepastian hukum bagi semua pihak.
Dia mengatakan hal tersebut saat menjadi narasumber pada Diskusi Panel Regulasi dan Tantangan Implementasi Transit Oriented Development (TOD) yang digelar oleh Kementerian Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan di Hotel Novotel Semarang, belum lama ini.
Kegiatan yang dipimpin oleh Deputi Bidang Koordinasi Pembangunan Perumahan dan Sarana dan Prasarana Permukiman Kemenko IPK ini menghadirkan sejumlah narasumber strategis.
Narasumber tersebut antara lain Direktur Perumusan Kebijakan Kekayaan Negara di DJKN Encek Shudarwan dan Kepala Divisi TOD PT MRT Rezky Shebubakar, serta dihadiri oleh para pimpinan dari Kementerian/Lembaga, salah satunya Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api dari Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan (DJKA Kemenhub).
Embun Sari menyoroti adanya fragmentasi kebijakan dan kewenangan kelembagaan yang masih menjadi kendala dalam implementasi TOD di Indonesia.
“Kondisi ini berpotensi menimbulkan tumpang tindih kebijakan, keterlambatan dalam proses pengadaan lahan dan ketidakpastian bagi investor,” katanya dalam laman djka.kemenhub.go.id.
Perlu adanya harmonisasi regulasi lintas sektor agar TOD dapat diwujudkan secara konsisten, efektif dan berkelanjutan, lanjutnya, untuk itu diharapkan agar forum diskusi ini dapat menghasilkan rekomendasi kebijakan yang konkret untuk memperkuat kerangka regulasi TOD di Indonesia.
Tidak hanya itu, Arif Anwar Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api juga memaparkan terkait dengan fragmentasi Kebijakan dan Kewenangan Kelembagaan TOD dalam bidang Perkeretaapian.
Beberapa poin penting yang dijelaskan pada paparannya di antaranya Pengelola Kawasan baru berupa badan usaha yang dibentuk khusus atau ditunjuk oleh seluruh stakeholder terkait pada masing – masing TOD.
Badan usaha tersebut diberikan kewenangan oleh seluruh stakeholder terkait pada masing – masing TOD untuk merencanakan, mengelola dan/atau membangun kawasan TOD, serta melakukan perjanjian kerja sama dengan stakeholder terkait.
Kemudian, pendapatan TOD stasiun harus menjadi share pendapatan nonfarebox untuk penyelenggaraan prasarana dan sarana perkeretaapian, yang menjadi pendukung kelayakan dan keberlangsungan layanan kereta api dan mengurangi subsidi pemerintah.
Rencana TOD harus masuk dalam FS yang diajukan untuk penetapan trase. Studi kelayakan kawasan TOD dimaksud, dapat menjadi satu dengan studi kelayakan jalur kereta api cepat atau studi kelayakan tersendiri. B




