Mengantisipasi terjadinya cuaca ekstrem dan gelombang tinggi di wilayah perairan Indonesia menjelang akhir tahun ini, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Laut (Ditjen Hubla) menginstruksikan kepada semua pihak terkait, baik para Syahbandar maupun pihak operator kapal, nakhoda dan masyarakat maritim untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap cuaca ekstrem dalam kegiatan pelayaran.
Hal ini menindaklanjuti informasi dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) yang menyebutkan bahwa cuaca ekstrem dan gelombang tinggi akan terjadi di beberapa wilayah perairan Indonesia.
BMKG mendeteksi adanya bibit siklon tropis 97S di Laut China Selatan memicu peningkatan kecepatan angin dan tinggi gelombang. Kecepatan angin tertinggi terpantau di Samudra Hindia barat Aceh dan Laut Arafuru bagian tengah.
Kemenhub Ditjen Hubla beberapa waktu lalu telah menerbitkan Surat Peringatan Kesiapsiagaan Menghadapi Cuaca Ekstrem yang menginstruksikan kepada semua Kepala Kantor KSOP Utama, Kepala Kantor KSOP, Kepala Kantor UPP, Kepala Kantor KSOP Khusus Batam, Kepala Pangkalan PLP, dan Kepala Distrik Navigasi di seluruh Indonesia untuk meningkatkan kesiapsiagaan, serta sinergitas bersama dalam mendukung keselamatan pelayaran.
Direktur Jenderal Perhubungan Laut Muhammad Masyhud menjelaskan, imbauan ini diterbitkan dengan tujuan untuk meningkatkan keselamatan dan keamanan pelayaran serta meminimalisir risiko kecelakaan kapal yang diakibatkan oleh cuaca buruk.
Selain itu, dia juga menginstruksikan kepada para Syahbandar untuk mengeluarkan Maklumat Pelayaran kepada nakhoda kapal tentang kondisi cuaca buruk atau ekstrem serta menyebarkan informasi cuaca dari BMKG maritim kepada seluruh kapal yang berada di wilayahnya.
“Apabila kondisi cuaca membahayakan keselamatan pelayaran maka Syahbandar diminta untuk tidak menerbitkan Surat Persetujuan Berlayar (SPB) dan menunda keberangkatan kapal sampai kondisi cuaca benar-benar aman untuk berlayar,” jelasnya.
Selain itu, Syahbandar harus memastikan kapal – kapal yang melanjutkan pelayarannya sudah memenuhi semua persyaratan keselamatan.
Selanjutnya, Dirjen Hubla juga meminta kepada nahkoda dan operator kapal untuk selalu memperbaharui informasi cuaca secara rutin melalui kanal resmi BMKG, memastikan keselamatan seluruh awak kapal, penumpang dan muatan, serta menggunakan perangkat navigasi kapal untuk mendeteksi perubahan kondisi cuaca di sekitar.
“Jika ada situasi darurat segera melapor ke Syahbandar terdekat atau pihak berwenang menggunakan sistem komunikasi GMDSS (Global Maritime Distress and Safety System) jika diperlukan,” tutur Dirjen Masyhud.
Begitu pun dengan nahkoda/operator kapal dengan ukuran kapal kurang dari 35 GT, Tug Boat, LCT dan Ro-Ro Penumpang, juga diperingatkan agar menunda keberangkatan sementara waktu hingga kondisi cuaca dinyatakan aman oleh Syahbandar serta memastikan kapal dalam kondisi aman saat bersandar, termasuk pengikatan tambat dan pengawasan muatan.
“Syahbandar akan menunda kapal melakukan pelayaran apabila kondisi cuaca berpotensi membahayakan keselamatan penumpang, kru, maupun kapal. Nakhoda pun wajib melakukan pengecekan ulang peralatan keselamatan kapal selama masa penundaan,” ungkapnya.
Bagi nahkoda/operator kapal dengan ukuran kapal lebih dari 35 GT, termasuk kapal asing dan kapal niaga lainnya wajib memastikan kesiapan penuh sistem navigasi, permesinan dan peralatan keselamatan serta melakukan evaluasi risiko, serta terus memantau perkembangan cuaca sepanjang pelayaran.
“Dengan adanya instruksi ini diharapkan seluruh jajaran Ditjen Perhubungan Laut khususnya Syahbandar dan para petugas di lapangan dapat lebih meningkatkan pengawasan terhadap keselamatan pelayaran serta mampu mengantisipasi kecelakaan akibat cuaca esktrem yang terjadi di perairan Indonesia.” jelas Dirjen Masyhud.
Adapun berdasarkan informasi BMKG mulai 18 – 21 November 2025, tinggi gelombang 1,25 meter hingga 2,5 meter berpeluang terjadi di Samudera Hindia Barat Lampung, Samudera Hindia Barat Bengkulu, Samudera Hindia Barat Kepulauan Mentawai, Samudera Hindia Barat Aceh, Selat Malaka bagian Utara, dan Samudera Hindia Barat Kepulauan Nias.
Selain itu, Samudera Hindia Selatan Banten, Samudera Hindia Selatan Jawa Barat, Samudera Hindia Selatan Jawa Tengah, Samudera Hindia Selatan Daerah Istimewa Yogyakarta, Samudera Hindia Selatan Jawa Timur, dan Samudera Hindia Selatan Nusa Tenggara Timur.
Gelombang tinggi juga berpeluang di Selat Makassar bagian Tengah, Selat Makassar bagian Utara, Laut Maluku, Samudera Pasifik Utara Maluku, Laut Banda, Laut Seram, Laut Arafuru bagian Utara, dan Laut Arafuru bagian Tengah.
Sementara itu, tinggi gelombang 2,5 meter sampai dengan 4,0 meter berpeluang terjadi di Laut Natuna dan Laut Arafuru bagian Barat. B




