Kehadiran bus perintis di Sulawesi Barat memecah keterisolasian wilayah dan mendorong pemerataan ekonomi di daerah – daerah terpencil.
Selain itu, wujud kehadiran negara dalam menjamin hak mobilitas warga di wilayah terpencil, yang menjadi landasan bagi pemerataan pembangunan daerah.
Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar) terbentuk pada 22 September 2004, berdasarkan Undang – Undang Nomor 26 Tahun 2004. Resmi berdiri sebagai provinsi ke-33 di Indonesia dengan ibu kota di Kabupaten Mamuju.
Sulawesi Barat memiliki sejumlah produk pangan khas, seperti olahan ikan, sagu, pisang, beras ketan, jepa (kue sagu – singkong), gogos kambu (ketan bakar isi ikan, sambusa (gorengan isi ikan), bau piapi (ikan kuah kuning), loka anjoroi (pisang kukus santan), doda (ketan bambu) dan aneka kue tradisional, seperti kue cucur, apang, serta kue paso.
Layanan angkutan bus perintis di Provinsi Sulawesi Barat didukung oleh total 12 armada yang beroperasi pada lima trayek berbeda.
Mayoritas layanan, yaitu sebanyak empat trayek, ditujukan untuk menghubungkan berbagai wilayah menuju Kota Mamuju.
Sementara itu, satu trayek lainnya dikhususkan untuk melayani kawasan transmigrasi di Sulawesi Barat.
Berdasarkan data dari Perum DAMRI Cabang Mamuju tahun 2025, terdapat lima trayek bus perintis yang melayani Sulawesi Barat.
Rute – rute tersebut adalah Mamuju – Tasu – Salubatu – Keppe (120 km), Mamuju – Martajaya (296 km), Terminal Majene – Aralle (165 km) dan Terminal Tipalayo – Pelabuhan Mamuju (199 km).
Selain itu, terdapat satu trayek yang dikhususkan melayani kawasan transmigrasi, yaitu Batu Parigi – Mamuju – Lambanan, dengan jarak tempuh 278 km.
Rute bus perintis Terminal Majene – Aralle kerap menjadi pilihan mahasiswa di Sulawesi Barat. Hal ini didorong oleh keberadaan Universitas Sulawesi Barat (Unsulbar) di Kabupaten Majene, yang menjadikan rute tersebut penting untuk mobilitas mereka.
Kendala
Hampir sama dengan daerah lain, pengoperasian bus perintis di Sulawesi Barat mengalami sejumlah kendala. Pertama, kerusakan armada yang diakibatkan faktor usia kendaraan di atas 8 tahun hingga 10 tahun.
Tindak lanjutnya, permohonan usulan replacement dan mengawal, serta memantau berjalannya usulan dikantor pusat. Berikutnya manajemen perawatan sesuai SOP dan peningkatan skill tenaga mekanik.
Kedua, keterbatasan dan kualitas spare part slow moving di wilayah Mamuju yang menyebabkan downtime perbaikan bus di bengkel sangat lama. Mengatasinya dengan melakukan kerja sama dengan toko suku cadang (spare part), terutama di wilayah Sulawesi Selatan dan memastikan spare part yang digunakan orisinil.
Ketiga, pengadaan BBM bersubsidi (solar) yang harus mengantri di SPBU terutama di wilayah Kota Mamuju. Melakukan Kerjasama dengan SPBU penyalur BBM Solar.
Pengembangan
Untuk meningkatkan konektivitas regional di Sulawesi Barat, disarankan untuk membuka trayek angkutan barang perintis.
Meskipun saat ini belum ada kapal tol laut yang singgah langsung, trayek dapat dirintis melalui pelabuhan terdekat, misalnya dari Parepare menuju wilayah – wilayah di Sulawesi Barat.
Selain itu, perluasan layanan juga harus mencakup penambahan trayek bus perintis pengangkut penumpang yang rutenya tidak harus selalu terpusat di Kota Mamuju.
Minimal, trayek baru yang diusulkan harus dapat menghubungkan dan melayani ibukota – ibukota kabupaten di Sulawesi Barat.
Sebanyak 45 Kawasan Transmigrasi ditargetkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025 – 2029.
Lima di antaranya berlokasi di Provinsi Sulawesi Barat, meliputi Tobadak di Kabupaten Mamuju Tengah, Sarudu Baras di Kabupaten Pasangkayu, Ulumanda di Kabupaten Majene, Tubbi Taramanu di Kabupaten Polewali Mandar, dan Mambi Mehalaan di Kabupaten Mamasa.
Setiap kabupaten dapat segera mengusulkan trayek bus perintis baru yang menghubungkan langsung kawasan transmigrasi ke ibukota kabupaten masing – masing.
Adanya layanan ini sangat signifikan dan membawa manfaat utama dalam meningkatkan konektivitas, ekonomi, serta aspek sosial bagi masyarakat di kawasan tersebut.
Di Sulawesi Barat sudah ada Balai Pengelola Transportasi Darat (BPTD) Sulawesi Barat yang dapat diajak mendiskusikan pembangunan transportasi perintis, baik angkutan orang maupun barang yang beroperasi di Provinsi Sulawesi Barat.
Manfaat
Manfaat ekonomi, pertama peningkatan akses pasar dan pendapatan. Layanan bus ini secara signifikan meningkatkan akses pasar bagi petani dan pekebun transmigran.
Mereka dapat lebih mudah dan teratur mengangkut hasil panen mereka ke pasar – pasar regional atau pusat kota. Akses langsung ini menghilangkan ketergantungan pada tengkulak (perantara), sehingga berpotensi besar untuk meningkatkan pendapatan mereka.
Kedua, pengurangan biaya transportasi dan logistic. Keberadaan bus perintis, yang biasanya menetapkan tarif bersubsidi atau sangat terjangkau, secara langsung menurunkan biaya logistik dan transportasi bagi seluruh penduduk.
Hal ini jauh lebih hemat dibandingkan penggunaan transportasi sewa nonreguler, yang seringkali mematok harga tinggi.
Ketiga, pendorong kegiatan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Aksesibilitas yang lebih baik ini turut mendorong kegiatan usaha di kawasan tersebut.
Bus perintis membuka peluang bagi UKM di wilayah transmigrasi untuk berkembang, karena akses bahan baku menjadi lebih lancar dan proses distribusi produk ke luar wilayah menjadi lebih mudah.
Layanan bus perintis tidak hanya memberikan dampak ekonomi, tetapi juga membawa perbaikan signifikan pada aspek sosial dan pelayanan publik bagi masyarakat.
Pertama, mempermudah akses ke layanan kesehatan vital. Bus perintis memudahkan warga yang umumnya tinggal di daerah terpencil untuk mencapai fasilitas kesehatan penting.
Mereka dapat dengan mudah mengakses puskesmas utama atau rumah sakit di pusat kabupaten, yang sangat krusial untuk penanganan kesehatan rutin maupun darurat.
Kedua, meningkatkan akses pendidikan untuk Jenjang Lanjutan Layanan ini memungkinkan anak – anak dan remaja di kawasan transmigrasi untuk melanjutkan pendidikan mereka ke jenjang yang lebih tinggi (SMP/SMA).
Hal ini penting karena fasilitas pendidikan lanjutan sering kali berlokasi di luar area transmigrasi dan bus perintis menjadikannya terjangkau.
Ketiga, mempererat ikatan dan jaringan sosial. Keberadaan transportasi yang terjangkau memudahkan warga transmigran untuk bersilaturahmi atau mengunjungi sanak saudara di luar kawasan mereka.
Kemampuan untuk menjaga ikatan ini sangat penting bagi proses adaptasi dan menciptakan rasa nyaman dalam kehidupan mereka di lokasi transmigrasi yang baru.
Selain dampak ekonomi dan sosial, bus perintis memberikan manfaat mendasar dalam hal konektivitas dan mengintegrasikan wilayah.
Pertama, membuka keterisolasian wilayah Ini adalah manfaat yang paling mendasar, bus perintis secara efektif membuka daerah yang terpencil dan terisolasi dari pusat pemerintahan, ekonomi maupun sosial.
Hal ini memutus status daerah sebagai wilayah yang terkunci (landlocked) secara akses.
Kedua, mempermudah akses pelayanan pemerintahan. Layanan ini memudahkan warga untuk bepergian dan mengurus dokumen penting (seperti KTP, administrasi pertanahan dan dokumen lainnya) di kantor – kantor pemerintahan tingkat kabupaten atau provinsi yang seringkali berlokasi jauh.
Ketiga, menendukung integrasi wilayah nasional. Bus perintis menghubungkan daerah dengan jaringan transportasi yang lebih luas (seperti terminal utama, bandara, atau pelabuhan).
Dengan demikian, wilayah tertentu tidak lagi menjadi pulau yang terpisah, melainkan terintegrasi dalam sistem konektivitas regional.
Secara keseluruhan, angkutan bus perintis bertindak sebagai katalisator pembangunan di daerah, mengubah daerah terpencil menjadi bagian yang lebih terintegrasi dari perekonomian dan sosial regional. (Djoko Setijowarno, Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata)




