Angkutan sekolah gratis bukan sekadar perjalanan, tetapi telah membawa perubahan sosial dan ekonomi.
Kabupaten Tulungagung, yang dikenal luas sebagai salah satu penghasil marmer terbesar di Indonesia dan kerap dijuluki Bumi Marmer atau Kota Cethe, memiliki beragam keunggulan yang membuatnya menonjol di Jawa Timur.
Keunggulan tersebut mencakup potensi besar di sektor ekonomi, kekayaan pariwisata dan warisan budaya yang unik.
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tulungagung, melalui Dinas Perhubungan, telah menyelenggarakan program bus sekolah gratis sejak tahun 2013. Layanan ini diperuntukkan bagi seluruh pelajar dari tingkat SD hingga SMA, baik di wilayah perkotaan maupun pinggiran.
Pasalnya, ;ayanan ini diberikan secara gratis tanpa pungutan biaya, program ini telah terbukti sangat signifikan dalam meringankan beban ekonomi keluarga di Tulungagung.
Program ini memiliki tiga tujuan utama yang saling mendukung. Pertama, program ini bertujuan mengurangi ketergantungan pelajar pada kendaraan pribadi, yang secara langsung berkontribusi pada penekanan angka kecelakaan lalu lintas.
Kedua, kami berupaya menumbuhkan budaya penggunaan transportasi publik dan disiplin waktu di kalangan pelajar sejak dini. Ketiga, program ini diposisikan sebagai embrio penting bagi pembangunan sistem angkutan umum massal perkotaan yang lebih berkelanjutan di masa depan.
Banyak pelajar harus berjuang mencapai sekolah karena ketiadaan transportasi umum yang memadai. Sebagian besar siswa, hingga lebih dari 60% terpaksa menggunakan sepeda motor pribadi meski jarak tempuh kurang dari 10 km, yang sayangnya meningkatkan risiko kecelakaan secara signifikan.
Situasi ini diperparah dengan matinya angkutan pedesaan (Angdes), sedangkan biaya transportasi harian menjadi beban berat bagi keluarga berpenghasilan rendah.
Angkutan sekolah dioperasikan jam 05.30–07.00 dan 12.30–14.00 dengan kecepatan rencana 40 km/jam.
Ada Perubahan
Sebelum adanya bus sekolah, situasi transportasi pelajar di Tulungagung dipenuhi tantangan. Banyak siswa terpaksa mengandalkan sepeda motor pribadi atau berboncengan, menciptakan risiko kecelakaan yang tinggi.
Secara ekonomi, keluarga harus mengeluarkan biaya rutin yang memberatkan, sekitar Rp200.000 hingga Rp300.000 per bulan.
Selain itu, tingkat kehadiran siswa sering tidak stabil, terutama saat cuaca buruk atau jika terdapat kendala operasional MPU (Mobil Penumpang Umum). Di jalan raya, lebih dari 300 kendaraan pribadi pelajar setiap hari menyebabkan kepadatan dan berkontribusi pada polusi udara.
Sejak program angkutan sekolah gratis dioperasikan, perubahan positif yang terjadi sungguh signifikan. Pada bidang keselamatan, kasus kecelakaan yang melibatkan pelajar telah menurun hingga 27% sejak program dimulai.
Selain itu, transportasi yang kini gratis memberikan penghematan fantastis bagi keluarga penerima manfaat, mencapai Rp3,6 juta per tahun per keluarga. Dampak positif juga terlihat pada pendidikan, di mana tingkat kehadiran sekolah meningkat 12%, terutama pada rute – rute utama yang terlayani.
Secara keseluruhan, berkurangnya kendaraan pribadi di jalan juga menjadikan lalu lintas lebih tertib dan emisi karbon menurun secara signifikan.
Dampak Bus Sekolah
Dampak bus sekolah sangatlah nyata dan transformatif. Layanan ini tidak hanya memastikan kehadiran siswa meningkat hingga 12% di sekolah yang dilayani, tetapi juga membantu lebih dari 1.500 pelajar per hari berangkat dengan aman.
Kehadiran bus sekolah terbukti menurunkan risiko kecelakaan, tercatat penurunan 27% insiden lalu lintas yang melibatkan pelajar sejak tahun 2015. Selain manfaat keselamatan, program ini juga meringankan beban ekonomi, memungkinkan keluarga menghemat biaya transportasi antara Rp200.000 hingga Rp300.000 per bulan per siswa.
Dana dapat dialihkan untuk kebutuhan penting lainnya. Dari sisi lingkungan, operasional bus ini mendukung efisiensi dan ramah lingkungan dengan mengurangi lebih dari 300 kendaraan pribadi di jalan setiap hari, menghemat sekitar 1.200 liter bahan bakar per bulan dan menekan emisi karbon lokal.
Data berdasarkan kajian Bappeda Tulungagung. Armada saat ini sebanyak 9 bus ditambah 33 MPU yang bisa baru melayani 16 dari 233 sekolah. Cakupan layanan baru mencapai sekitar 30% wilayah pendidikan utama. Tantangannya kapasitas terbatas, tumpang tindih rute dan armada menua
Hasil Evaluasi
Berdasarkan kajian yang dilakukan Bappeda Kabupaten Tulungagung (2024), ada ketimpangan demand – supply, sehingga menjadi dasar pengembangan rute baru.
Evaluasi kinerja layanan angkutan sekolah menunjukkan dua tantangan utama yang harus segera diatasi. Pertama, faktor muat (load factor) yang terlalu tinggi.
Tingkat isian pada rute utama mencapai 137% (misalnya 19 kursi diisi oleh 26 penumpang), yang secara jelas mengindikasikan kelebihan kapasitas, sehingga kenyamanan dan keselamatan penumpang menurun drastis.
Kedua, masalah usia dan jumlah armada. Setiap trayek saat ini hanya dilayani oleh satu unit minibus dengan usia rata – rata 10 tahun, menunjukkan perlunya peremajaan kendaraan secepatnya.
Selain masalah kapasitas dan armada, evaluasi juga menyoroti perlunya peningkatan pada aspek operasional.
Keteraturan operasional bus belum optimal, jadwal keberangkatan yang tidak tetap (fixed time) menjadi alasan bagi sebagian pelajar untuk kembali memilih menggunakan kendaraan pribadi.
Lebih lanjut, kelengkapan layanan juga belum terpenuhi sepenuhnya, dengan 21% aspek standar pelayanan minimum yang masih kurang, termasuk ketersediaan papan trayek, kotak P3K dan identitas pengemudi yang jelas.
Membangun akses pendidikan yang inklusif melalui program angkutan sekolah gratis di Kabupaten Tulungagung. Sebuah inisiatif pelayanan publik dari Dinas Perhubungan Kabupaten Tulungagung untuk mewujudkan akses pendidikan yang setara, aman dan berkelanjutan bagi generasi muda. (Djoko Setijowarno, Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata)




