Kemenpar Rilis Kajian Peluang dan Tantangan Libur Nasional Terhadap Sektor Pariwisata

Pariwisata libur anak sekolah dengan menggunakan bus. (dok. kemenpar)
Bagikan

Kementerian Pariwisata (Kemenpar) merilis kajian terbaru yang kali ini berfokus pada pemetaan peluang, hambatan dan tantangan dalam memanfaatkan berbagai momentum libur nasional sebagai instrumen penggerak pertumbuhan ekonomi di sektor pariwisata.

Deputi Bidang Sumber Daya dan Kelembagaan Kemenpar Martini Mohamad Paham mengatakan, kajian berjudul Dampak Libur Nasional terhadap Sektor Pariwisata ini disusun sebagai respons terhadap pentingnya pemahaman yang lebih mendalam terkait pengaruh berbagai momentum libur nasional pada pergerakan wisatawan.

Tidak hanya itu, lanjutnya, juga aktivitas kepariwisataan secara keseluruhan pada berbagai daerah di Indonesia dengan momentum libur nasional mencakup libur Tahun Baru, libur Isra Mikraj, libur Tahun Baru Imlek, libur Lebaran, libur sekolah, dan libur Natal.

“Momentum libur nasional kerap menjadi pendorong utama pergerakan wisatawan nusantara dan mancanegara. Namun, pemanfaatan periode ini belum sepenuhnya optimal dan merata,” jelasnya dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (22/8/2025).

Martini menuturkan, berbagai destinasi menghadapi tantangan yang berbeda – beda, mulai dari lonjakan kunjungan secara tiba – tiba, keterbatasan kapasitas layanan hingga belum terintegrasinya strategi promosi dengan kalender libur nasional.

Sektor pariwisata memiliki peran strategis dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional, memperkuat identitas budaya, dan membuka lapangan kerja bagi masyarakat.

Dengan memahami dampak libur nasional terhadap sektor ini, para pemangku kepentingan dapat merumuskan kebijakan dan strategi yang lebih adaptif, berbasis waktu, serta sesuai dengan karakteristik wisatawan dan destinasi.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2024 menyebutkan jumlah perjalanan wisatawan nusantara (wisnus) mencapai 1,02 miliar perjalanan atau meningkat tajam dari 839,7 juta di tahun 2023.

Sepanjang periode tersebut, BPS mencatat bahwa libur sekolah, cuti bersama dan hari raya nasional secara konsisten menjadi pendorong utama kenaikan mobilitas wisatawan nusantara pada Juni 2024 hingga pertengahan tahun.

Peningkatan mobilitas wisatawan selama momen – momen libur tersebut juga berdampak langsung pada kenaikan okupansi hotel, pendapatan restoran, penjualan tiket atraksi dan sektor transportasi wisata, serta memberikan multiplier effect pada UMKM lokal dan jasa penunjang pariwisata lainnya.

Meski demikian, lanjut Martini, tantangan seperti kemacetan, keterbatasan fasilitas umum dan kebersihan lingkungan masih menjadi kendala utama yang perlu penanganan sistemik.

Oleh karena itu, kolaborasi antarpemangku kepentingan menjadi penting untuk mengatasi tantangan tersebut dan meningkatkan daya saing destinasi.

“Kajian ini menjadi penting untuk memetakan peluang, hambatan, serta tantangan dalam memanfaatkan momentum libur sebagai instrumen penggerak pertumbuhan sektor pariwisata,” ungkapnya.

Asisten Deputi Manajemen Strategis Kemenpar I Gusti Ayu Dewi Hendriyani menambahkan, penelitian dalam kajian ini difokuskan pada analisis dampak libur sekolah terhadap sektor pariwisata seperti pemerintah daerah, wisatawan, industri perhotelan, dan destinasi wisata.

Penelitian dilakukan selama periode liburan sekolah pada tahun 2025 di tiga provinsi tujuan wisata domestik utama yaitu Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Jawa Barat.

Hasilnya menunjukkan bahwa liburan sekolah memberikan peningkatan okupansi hotel hingga 60% dan lonjakan kunjungan destinasi sebesar 73,1%, disertai dengan peningkatan pendapatan hotel dan destinasi masing – masing hingga 40% dan 80,7%.

Dari sisi sosial, momen libur sekolah menjadi ajang rekreasi sekaligus penguatan relasi keluarga.

Tercermin dari 58,9% wisatawan yang berwisata bersama keluarga dan 99,3% yang merasa puas atau sangat puas dengan pengalaman wisatanya.

“Kajian ini menyampaikan rekomendasi kebijakan yang bersifat jangka pendek hingga menengah, antara lain penguatan promosi berbasis kalender libur nasional, manajemen kapasitas destinasi, peningkatan kualitas layanan pada saat high season, serta perlunya sinergi lintas sektor dalam perencanaan dan pengelolaan momentum libur nasional,” tutur Dewi.

Dia berharap hasil kajian ini dapat digunakan sebagai dasar perumusan intervensi kebijakan yang efektif dan tepat guna dalam memberikan manfaat nyata bagi kemajuan pariwisata Indonesia.

Rekomendasi utama dari penelitian ini menyoroti pentingnya peran aktif pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam mendorong pertumbuhan pariwisata sebagai sektor strategis dengan multiplier effect bagi sektor lain, seperti Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), transportasi dan kuliner.

“Dengan pendekatan yang terintegrasi, inklusif, dan berkelanjutan, momen libur nasional tidak hanya menjadi momentum wisata tahunan, tetapi juga instrumen penting dalam mempercepat pemulihan ekonomi daerah dan memperkuat ekosistem pariwisata nasional,” jelas Dewi. B

Komentar

Bagikan